Pada Jumat Agung, Paus dengar kesedihan tahanan dan korban COVID-19
Vatican City (ANTARA) - Paus Fransiskus memimpin upacara Jalan Salib yang diadakan di Lapangan Santo Petrus yang kosong pada Jumat (10/4) karena wabah virus corona, dan ia mendengarkan para tahanan dan korban corona yang menceritakan kesedihan mereka.
Upacara untuk memperingati saat-saat terakhir hidup Yesus itu untuk pertama kalinya tidak diadakan di Colosseum kuno Roma sejak tradisi modern diperkenalkan kembali oleh Paus Paulus VI pada 1964.
Fransiskus menyaksikan dari bawah kanopi di tangga basilika ketika 10 orang, setengahnya dari penjara Italia dan setengah lainnya dari layanan kesehatan Vatikan, membawa salib dan obor menyala ke arahnya.
Para pembicara membacakan renungan ketika kelompok itu berhenti 14 kali untuk menandai setiap peristiwa Jalan Salib, yang dimulai dengan yang pertama ketika Yesus dihukum mati oleh Pontius Pilatus sampai yang terakhir ketika dia dikuburkan di sebuah makam.
Renungan itu ditulis oleh kelompok-kelompok yang berbeda setiap tahun dan kali ini mereka ditulis oleh para tahanan, termasuk seorang pembunuh, dari sebuah penjara di Italia utara, dan penjaga penjara, pendeta spiritual, dan anggota keluarga dari kedua tahanan dan korban.
"Saya melakukan kejahatan yang jauh lebih besar daripada yang pernah saya terima," kata seorang pembunuh dalam renungannya.
Sementara renungan yang ditulis oleh orang tua dari seorang gadis yang terbunuh mengatakan, "kutukan kita terhadap penderitaan tidak akan pernah berakhir."
Fransiskus sering memperhatikan masalah tahanan, termasuk kepadatan yang berlebihan, dan baru-baru ini ia menyatakan keprihatinan bahwa virus corona akan menyebar tanpa terkendali di penjara.
"Saya menjadi kakek di penjara. Saya tidak menyaksikan kehamilan anak perempuan saya. Suatu hari, saya akan menceritakan kepada cucu perempuan saya hanya tentang kebaikan yang saya temukan dan bukan kejahatan yang telah saya lakukan," bunyi renungan lainnya.
Para peserta berdoa di depan salib kayu yang biasanya disimpan di gereja Roma dan dibawa ke Vatikan untuk kebaktian khusus.
Menurut tradisi, wabah yang melanda Roma pada 1522 mulai surut setelah salib dibawa berkeliling di jalan-jalan ibu kota Italia selama 16 hari pada 1522.
Sebelumnya pada Jumat, Paus Fransiskus bersujud di lantai Basilika Santo Petrus yang kosong di kebaktian "Passion of the Lord"---salah satu saat yang jarang ketika paus tidak memberikan homili, melainkan menyerahkan tugas tersebut kepada Pastor Raniero Cantalamessa, sang pengkhotbah dari rumah tangga kepausan.
Cantalamessa mengatakan pandemi yang telah menewaskan hampir 19.000 orang di Italia, harus menjadi dorongan bagi orang untuk menghargai apa yang sebenarnya penting dalam hidup.
"Janganlah kita membiarkan begitu banyak rasa sakit, begitu banyak kematian, dan begitu banyak perjuangan petugas kesehatan menjadi sia-sia. Kembali ke keadaan semula adalah kemunduran yang paling harus kita takuti," katanya.
Sumber: Reuters
Upacara untuk memperingati saat-saat terakhir hidup Yesus itu untuk pertama kalinya tidak diadakan di Colosseum kuno Roma sejak tradisi modern diperkenalkan kembali oleh Paus Paulus VI pada 1964.
Fransiskus menyaksikan dari bawah kanopi di tangga basilika ketika 10 orang, setengahnya dari penjara Italia dan setengah lainnya dari layanan kesehatan Vatikan, membawa salib dan obor menyala ke arahnya.
Para pembicara membacakan renungan ketika kelompok itu berhenti 14 kali untuk menandai setiap peristiwa Jalan Salib, yang dimulai dengan yang pertama ketika Yesus dihukum mati oleh Pontius Pilatus sampai yang terakhir ketika dia dikuburkan di sebuah makam.
Renungan itu ditulis oleh kelompok-kelompok yang berbeda setiap tahun dan kali ini mereka ditulis oleh para tahanan, termasuk seorang pembunuh, dari sebuah penjara di Italia utara, dan penjaga penjara, pendeta spiritual, dan anggota keluarga dari kedua tahanan dan korban.
"Saya melakukan kejahatan yang jauh lebih besar daripada yang pernah saya terima," kata seorang pembunuh dalam renungannya.
Sementara renungan yang ditulis oleh orang tua dari seorang gadis yang terbunuh mengatakan, "kutukan kita terhadap penderitaan tidak akan pernah berakhir."
Fransiskus sering memperhatikan masalah tahanan, termasuk kepadatan yang berlebihan, dan baru-baru ini ia menyatakan keprihatinan bahwa virus corona akan menyebar tanpa terkendali di penjara.
"Saya menjadi kakek di penjara. Saya tidak menyaksikan kehamilan anak perempuan saya. Suatu hari, saya akan menceritakan kepada cucu perempuan saya hanya tentang kebaikan yang saya temukan dan bukan kejahatan yang telah saya lakukan," bunyi renungan lainnya.
Para peserta berdoa di depan salib kayu yang biasanya disimpan di gereja Roma dan dibawa ke Vatikan untuk kebaktian khusus.
Menurut tradisi, wabah yang melanda Roma pada 1522 mulai surut setelah salib dibawa berkeliling di jalan-jalan ibu kota Italia selama 16 hari pada 1522.
Sebelumnya pada Jumat, Paus Fransiskus bersujud di lantai Basilika Santo Petrus yang kosong di kebaktian "Passion of the Lord"---salah satu saat yang jarang ketika paus tidak memberikan homili, melainkan menyerahkan tugas tersebut kepada Pastor Raniero Cantalamessa, sang pengkhotbah dari rumah tangga kepausan.
Cantalamessa mengatakan pandemi yang telah menewaskan hampir 19.000 orang di Italia, harus menjadi dorongan bagi orang untuk menghargai apa yang sebenarnya penting dalam hidup.
"Janganlah kita membiarkan begitu banyak rasa sakit, begitu banyak kematian, dan begitu banyak perjuangan petugas kesehatan menjadi sia-sia. Kembali ke keadaan semula adalah kemunduran yang paling harus kita takuti," katanya.
Sumber: Reuters