Uskup Agung Jakarta: Pancasila harus menjadi watak bangsa

id Uskup agung jakarta,Ignatius suharyo,persatuan indonesia

Uskup Agung Jakarta: Pancasila harus menjadi watak bangsa

Uskup Agung Jakarta sekaligus Kardinal Mgr. Ignatius Suharyo (kanan) dan Imam Besar Masjid Istiqlal KH. Nasaruddin Umar (tengah) menyimak dongeng budaya dari budayawan Mohamad Sobary sebelum Kuliah Kebangsaan di Wisma Antara, Jakarta, Kamis (17/10/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

Jakarta (ANTARA) - Uskup Agung Jakarta Monsinyur Ignatius Suharyo mengatakan Pancasila harus menjadi watak bangsa dalam menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia.

"Nilai-nilai dari sila pertama sampai sila kelima diharapkan jadi watak setiap negara Indonesia . Kalau itu berjalan, proses ini berjalan, saya yakin bangsa ini akan sungguh-sungguh mampu sampai kepada cita-cita kemerdekaan. Tapi kalau energinya itu dihabis-habiskan untuk berkelahi untuk bertikai, kita sungguh khawatir ini akan sampai ke mana ini perjalanan bangsa kita," kata dia di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan hal tersebut dalam kuliah kebangsaan "Kita Bersatu Membangun Indonesia: Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya Untuk Indonesia Raya".

Dia mengatakan jika Pancasila benar-benar dihayati maka akan membentuk watak, yakni watak berketuhanan, berprikemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

Untuk penguatan nilai Pancasila, kata Suharyo yang belum lama ini ditahbiskan sebagai kardinal Indonesia oleh Tahta Suci Vatikan, hal yang paling penting adalah kesadaran moral untuk menghayati dan menjelmakannya ke dalam pemikiran dan bertindak.

"Suatu bangsa, suatu negara itu tidak selesai dibangun pada waktu diproklamasikan, tetapi selalu merupakan suatu proses yang terus menerus harus dirawat dan dikembangkan. Tantangan-tanganan harus dihadapi," tuturnya.



Kalau setiap warga negara Indonesia mempunyai watak Pancasila, ujar dia, maka mereka bisa mempunyai peran yang penting dalam merawat kehidupan berbangsa dan bernegara.

Nilai-nilai Pancasila tersebut harus dihidupi dan dijadikan modal pembentukan keteladanan yang dapat menularkan nilai positif kepada masyarakat.

"Karena teladan itu abadi, kalau hanya ceramah itu bisa mudah dilupakan, tapi kalau melihat seorang pemerintah atau tokoh nasional yang hidupnya sungguh-sungguh demi bangsa dan Tanah Air, saya yakin itu akan menjadi motivasi yang sangat besar bagi seluruh warga negara untuk ikut mendukung dalam usaha perjuangan ini," ujarnya.

Ignatius Suharyo mengharapkan tidak ada pertikaian antarwarga negara Indonesia.

Seluruh masyarakat Indonesia mesti sadar bahwa membuang-buang energi untuk bertikai tidak akan berguna untuk bangsa, justru akan mengganggu ketertiban dan keamanan.

"Alangkah indahnya kalau segala macam kemampuan disatukan untuk meraih cita-cita bersama yang paling jelas cita bersama dirumuskan dalam sila kelima," ujar dia.

Untuk menjaga persatuan dan kesatuan, katanya, bangsa Indonesia tidak boleh melupakan sejarah, terutama tiga momentum penting, yakni kebangkitan nasional, Sumpah Pemuda, dan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, serta lahirnya Pancasila.

Setiap warga saling mendukung semangat kebangsaan, meninggalkan kepentingan sendiri dan membangun satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa pemersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Peristiwa sejarah kebangkitan nasional, Sumpah Pemuda, proklamasi kemerdekaan sungguh-sungguh dihayati sebagai karya Allah yang dilaksanakan lewat para pemimpin, para pendiri bangsa kita. Itu sejarah yang tidak boleh dilupakan, bahwa sejarah bangsa Indonesia sekarang melalui tahap sangat menentukan itu harus dipegang, tidak diutak-atik," tutur Monsinyur Suharyo.