Bupati Lampung Tengah dihukum tiga tahun penjara
Terima kasih putusan yang mulia, saya sudah diskusi dengan penasihat hukum, saya menerima putusan, kata Mustafa
Jakarta (Antaranews Lampung) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara ditambah pencabutan hak politik selama dua tahun kepada Bupati non aktif Lampung Tengah Mustafa karena terbukti menyuap sejumlah anggota DPRD Lampung Tengah sebesar Rp9,695 miliar.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/7) malam, majelis hakim juga menambah hukuman Mustafa dengan denda Rp100 juta dan subsider tiga bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Mustafa telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mustafa dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp100 juta, dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani.
Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 4,5 tahun ditambah denda Rp250 juta dan subsider enam bulan kurungan.
Vonis itu berdasarkan dakwaan primer Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim yang terdiri atas Ni Made Sudani, M. Arifin, Rustiani, Zul Mandapotan Lumbangaol, dan Ugo juga menyetujui pencabutan hak politik Mustafa selama 2 tahun setelah menjalani hukuman penjara.
"Mengenai pencabutan hak untuk dipilih sementara waktu pada intinya majelis sependapat tentang dasar hukum dan maksud penuntut umum, majelis hakim menilai beralasan diputuskan untuk menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama dua tahun setelah terdakwa selesai menjalani masa pidana," tambah hakim Ni Made Sudani.
Pencabutan hak politik itu dikarenakan Mustafa saat menjabat sebagai bupati berperan aktif untuk mencari uang suap kepada anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah.
Suap itu diberikan kepada Wakil Ketua I dari Fraksi PDIP Natalis Sinaga, anggota DPRD dari Fraksi PDIP Rusliyanto, Ketua DPRD Kabupaten Lampung Tengah Achmad Junaidi, Sunardi, Ketua Fraksi PDIP Raden Sugiri, Bunyana, dan Ketua Fraksi Gerindra Zainuddin.
Adanya kesesuaian kehendak terdakwa Mustafa selaku Bupati Lampung Tengah memberikan Rp9,695 miliar dan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman kepada anggota DPRD Lampung Tengah dalam rangka DPRD memberikan persetujuan rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) sebesar Rp300 miliar pada TA 2018 dan menandatangani surat pernyataan kesediaan pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah untuk dilakukan pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan atau Dana Bagi Hasil (DBU) Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar, sehingga unsur memberi kepada penyelenggara negara telah terpenuhi dan ada dalam perbuatan terdakwa, kata anggota majelis hakim Arifin.
Uang untuk DPRD direalisasikan secara bertahap pada bulan November sampai dengan Desember 2017 dengan total penyerahan uang sebesar Rp8,695 miliar. Perinciannya sebagai berikut.
Pertama kepada Natalis Sinaga melalui Rusmaladi sebesar Rp2 miliar. Uang itu Rp1 miliar untuk Natalis sedangkan Rp1 miliar lagi untuk Iwan Rinaldo Syarief selaku Plt. Ketua DPC Partai Demokrat Lampung Tengah.
Kedua, kepada Raden Sugiri selaku Ketua Fraksi PDIP sebesar Rp1,5 miliar melalui Rusmaladi dan Aan Riyanto. Ketiga, kepada Bunyana alias Atubun anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah sebesar Rp2 miliar melalui Erwin Mursalin
Keempat, kepada Ketua Fraksi Gerindra Zainuddin sebesar Rp1,5 miliar yang sebenarnya untuk Ketua Partai Gerindra Provinsi Lampung Gunadi Ibrahim. Kelima kepada Natalis Sinaga, Raden Sugiri dan Zainuddin melalui Andri Kadarisman sebesar Rp49 juta.
Keenam, kepada Achmad Junaidi Sunardi selaku Ketua DPRD Kabupaten Lamteng melalui secara bertahap sebesar Rp1,2 miliar yang dilakukan dalam tiga tahapan melalui Ismail Rizki dan Erwin Mursalin.
Setelah adanya pemberian uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp8,695 miliar, pada tanggal 29 November 2017 dilakukan rapat paripurna DPRD Lampung Tengah yang pada pokoknya pinjaman daerah tersebut dapat disetujui DPRD dan dapat dituangkan dalam APBD TA 2018.
Namun, PT SMI menginformasikan bahwa ada satu persyaratan lagi yang wajib dipenuhi yaitu berupa surat pernyataan dari kepala daerah yang juga disetujui pimpinan DPRD mengenai kesediaan pemotongan dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH) secara langsung apabila di kemudian hari terjadi gagal bayar atas pinjaman daerah tersebut.
Mustafa lalu meminta Taufik untuk mencari rekanan yang belum membayar kontribusi proyek di Dinas Bina Marga Tahun Anggaran 2018 dan didapat rekanan Miftahullah Maharano Agung alias Rano untuk memberikan kontribusi proyek TA 2018 sebesar Rp900 juta.
Taufik lalu memerintahkan Supranowo untuk menggenapkan uang tersebut menjadi Rp1 miliar. Uang lalu diberikan pada 13 Februari 2018.
Petugas KPK kemudian melakukan penangkapan terhadap Natalis dan Rusliyanto serta mengamankan uang pemberian Mustafa melalui Taufik sebesar Rp1 miliar. Namun, setelah dihitung jumlahnya, hanya sebesar Rp996,15 juta.
Terhadap putusan itu, Mustafa menyatakan langsung menerima. "Terima kasih putusan yang mulia, saya sudah diskusi dengan penasihat hukum, saya menerima putusan," kata Mustafa.
Sementara itu, JPU KPK menyatakan pikir-pikir. Sidang vonis Mustafa tersebut dipenuhi sekitar 200 orang pendukungnya.
Terkait dengan perkara ini, mantan Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman sudah divonis dua tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan pada tanggal 16 Juli 2018.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/7) malam, majelis hakim juga menambah hukuman Mustafa dengan denda Rp100 juta dan subsider tiga bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Mustafa telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mustafa dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp100 juta, dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani.
Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 4,5 tahun ditambah denda Rp250 juta dan subsider enam bulan kurungan.
Vonis itu berdasarkan dakwaan primer Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim yang terdiri atas Ni Made Sudani, M. Arifin, Rustiani, Zul Mandapotan Lumbangaol, dan Ugo juga menyetujui pencabutan hak politik Mustafa selama 2 tahun setelah menjalani hukuman penjara.
"Mengenai pencabutan hak untuk dipilih sementara waktu pada intinya majelis sependapat tentang dasar hukum dan maksud penuntut umum, majelis hakim menilai beralasan diputuskan untuk menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama dua tahun setelah terdakwa selesai menjalani masa pidana," tambah hakim Ni Made Sudani.
Pencabutan hak politik itu dikarenakan Mustafa saat menjabat sebagai bupati berperan aktif untuk mencari uang suap kepada anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah.
Suap itu diberikan kepada Wakil Ketua I dari Fraksi PDIP Natalis Sinaga, anggota DPRD dari Fraksi PDIP Rusliyanto, Ketua DPRD Kabupaten Lampung Tengah Achmad Junaidi, Sunardi, Ketua Fraksi PDIP Raden Sugiri, Bunyana, dan Ketua Fraksi Gerindra Zainuddin.
Adanya kesesuaian kehendak terdakwa Mustafa selaku Bupati Lampung Tengah memberikan Rp9,695 miliar dan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman kepada anggota DPRD Lampung Tengah dalam rangka DPRD memberikan persetujuan rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) sebesar Rp300 miliar pada TA 2018 dan menandatangani surat pernyataan kesediaan pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah untuk dilakukan pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan atau Dana Bagi Hasil (DBU) Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar, sehingga unsur memberi kepada penyelenggara negara telah terpenuhi dan ada dalam perbuatan terdakwa, kata anggota majelis hakim Arifin.
Uang untuk DPRD direalisasikan secara bertahap pada bulan November sampai dengan Desember 2017 dengan total penyerahan uang sebesar Rp8,695 miliar. Perinciannya sebagai berikut.
Pertama kepada Natalis Sinaga melalui Rusmaladi sebesar Rp2 miliar. Uang itu Rp1 miliar untuk Natalis sedangkan Rp1 miliar lagi untuk Iwan Rinaldo Syarief selaku Plt. Ketua DPC Partai Demokrat Lampung Tengah.
Kedua, kepada Raden Sugiri selaku Ketua Fraksi PDIP sebesar Rp1,5 miliar melalui Rusmaladi dan Aan Riyanto. Ketiga, kepada Bunyana alias Atubun anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah sebesar Rp2 miliar melalui Erwin Mursalin
Keempat, kepada Ketua Fraksi Gerindra Zainuddin sebesar Rp1,5 miliar yang sebenarnya untuk Ketua Partai Gerindra Provinsi Lampung Gunadi Ibrahim. Kelima kepada Natalis Sinaga, Raden Sugiri dan Zainuddin melalui Andri Kadarisman sebesar Rp49 juta.
Keenam, kepada Achmad Junaidi Sunardi selaku Ketua DPRD Kabupaten Lamteng melalui secara bertahap sebesar Rp1,2 miliar yang dilakukan dalam tiga tahapan melalui Ismail Rizki dan Erwin Mursalin.
Setelah adanya pemberian uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp8,695 miliar, pada tanggal 29 November 2017 dilakukan rapat paripurna DPRD Lampung Tengah yang pada pokoknya pinjaman daerah tersebut dapat disetujui DPRD dan dapat dituangkan dalam APBD TA 2018.
Namun, PT SMI menginformasikan bahwa ada satu persyaratan lagi yang wajib dipenuhi yaitu berupa surat pernyataan dari kepala daerah yang juga disetujui pimpinan DPRD mengenai kesediaan pemotongan dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH) secara langsung apabila di kemudian hari terjadi gagal bayar atas pinjaman daerah tersebut.
Mustafa lalu meminta Taufik untuk mencari rekanan yang belum membayar kontribusi proyek di Dinas Bina Marga Tahun Anggaran 2018 dan didapat rekanan Miftahullah Maharano Agung alias Rano untuk memberikan kontribusi proyek TA 2018 sebesar Rp900 juta.
Taufik lalu memerintahkan Supranowo untuk menggenapkan uang tersebut menjadi Rp1 miliar. Uang lalu diberikan pada 13 Februari 2018.
Petugas KPK kemudian melakukan penangkapan terhadap Natalis dan Rusliyanto serta mengamankan uang pemberian Mustafa melalui Taufik sebesar Rp1 miliar. Namun, setelah dihitung jumlahnya, hanya sebesar Rp996,15 juta.
Terhadap putusan itu, Mustafa menyatakan langsung menerima. "Terima kasih putusan yang mulia, saya sudah diskusi dengan penasihat hukum, saya menerima putusan," kata Mustafa.
Sementara itu, JPU KPK menyatakan pikir-pikir. Sidang vonis Mustafa tersebut dipenuhi sekitar 200 orang pendukungnya.
Terkait dengan perkara ini, mantan Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman sudah divonis dua tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan pada tanggal 16 Juli 2018.