Langkah terpadu Lampung untuk memberantas narkoba
Bandarlampung (ANTARA) - Narkoba masih menjadi salah satu masalah besar dan serius di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu, penanganan masalah itu pun harus tetap diutamakan.
Penanggulangan masalah narkoba di Indonesia, seperti penyitaan, penangkapan, penindakan tegas hingga hukuman mati terhadap siapa saja yang terkait dengan barang terlarang tersebut, memang telah sering dilakukan. Hasilnya pun juga diungkapkan ke publik. Namun, kasus-kasus baru masih tetap muncul.
Contohnya di Lampung. Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk daerah rawan penyebaran narkoba. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung tahun 2023 bahkan menyebutkan hanya 304 desa atau kelurahan yang aman dari peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Padahal di provinsi itu terdapat 2.638 desa/kelurahan.
Data tersebut merupakan hasil penelitian BNN RI tentang wilayah rawan narkotika yang dilakukan pada 2022, dan dipaparkan pada November 2023. Secara terinci disebutkan di Provinsi Lampung terdapat desa atau kelurahan masuk bahaya narkotika sebanyak 298, waspada 576 dan siaga 1.460.
Penyalahgunaan narkotika di Provinsi Lampung bahkan disebut cenderung naik. Hasil penelitian BNN dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2019 menunjukkan angka prevalensi di provinsi itu sebesar 0,90 persen atau sebanyak 31.811 orang.
Narkoba beredar secara gelap di Lampung. Daerah ini merupakan daerah jalur perlintasan narkoba menuju daerah lain di Indonesia. Narkoba itu menyasar masyarakat dari berbagai kalangan dengan beragam profesi dan usia. Sementara pengungkapan kasus-kasus narkoba sejauh ini lebih banyak diekspos dari hasil penindakan di Pelabuhan Bakauheni, Lampung.
Padahal, pelabuhan-pelabuhan kecil atau terpencil, juga berpotensi sebagai tempat perlintasan narkoba masuk Lampung, atau dari Lampung menyebar ke daerah lainnya. Bahkan lembaga pemasyarakatan yang menjadi tempat pembinaan, tidak menutup kemungkinan juga dimanfaatkan sebagai tempat peredaran narkoba. Semuanya itu mempertegas pendapat bahwa peredaran narkoba masih cukup luas.
Berikut ini sejumlah contoh kasus bahwa Lampung sebagai daerah yang rawan penyalahgunaan atau perlintasan narkoba, meskipun aparat telah banyak melakukan pengungkapan kasus. Pada Oktober 2024,Kepolisian Daerah Lampung menggagalkan penyelundupan narkoba jenis sabu seberat 7 kg dan 204 pil ekstasi, yang nilainya Rp7,1 miliar, asal Malaysia di Sea Port Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan.
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Umi Fadilah Astutik dalam keterangannya mengatakan bahwa narkoba itu dibawa oleh tiga pelaku yang menyamar sebagai penumpang bus. Barang itu hendak dikirim ke Jawa Timur. Pelaku adalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia.
Berikutnya, seorang ASN yang menjabat Sekretaris Lurah Sumber Agung, Kecamatan Kemiling Kota Bandarlampung ditangkap polisi karena terlibat penyalahgunaan narkoba. ASN itu pun dicopot dari jabatannya oleh Pemkot Bandarlampung.
Narkoba juga menyasar kalangan usia muda, baik di kota maupun perdesaan. Misalnya di Kalianda Lampung Selatan, polisi beberapa hari lalu menangkap seorang mahasiswa diduga terlibat dalam kasus peredaran narkoba.
Sementara kasus yang menarik perhatian dari berbagai kalangan adalah hukuman mati yang dijatuhkan PN Tanjungkarang pada awal Februari 2024, terhadap seorang perwira polisi dalam perkara peredaran narkotika jaringan Fredy Utama. Perwira polisi di jajaran Polres Lampung Selatan, Andres Gustami, dijatuhi hukuman mati.
Majelis hakim dalam amar putusan kasus tersebut menyatakan bahwa terdakwa sama sekali tidak mendukung program pemerintah dalam memusnahkan peredaran narkotika, dan selaku anggota kepolisian telah melakukan penghianatan terhadap institusi Polri.
Penanggulangan masalah narkoba di Indonesia, seperti penyitaan, penangkapan, penindakan tegas hingga hukuman mati terhadap siapa saja yang terkait dengan barang terlarang tersebut, memang telah sering dilakukan. Hasilnya pun juga diungkapkan ke publik. Namun, kasus-kasus baru masih tetap muncul.
Contohnya di Lampung. Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk daerah rawan penyebaran narkoba. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung tahun 2023 bahkan menyebutkan hanya 304 desa atau kelurahan yang aman dari peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Padahal di provinsi itu terdapat 2.638 desa/kelurahan.
Data tersebut merupakan hasil penelitian BNN RI tentang wilayah rawan narkotika yang dilakukan pada 2022, dan dipaparkan pada November 2023. Secara terinci disebutkan di Provinsi Lampung terdapat desa atau kelurahan masuk bahaya narkotika sebanyak 298, waspada 576 dan siaga 1.460.
Penyalahgunaan narkotika di Provinsi Lampung bahkan disebut cenderung naik. Hasil penelitian BNN dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2019 menunjukkan angka prevalensi di provinsi itu sebesar 0,90 persen atau sebanyak 31.811 orang.
Narkoba beredar secara gelap di Lampung. Daerah ini merupakan daerah jalur perlintasan narkoba menuju daerah lain di Indonesia. Narkoba itu menyasar masyarakat dari berbagai kalangan dengan beragam profesi dan usia. Sementara pengungkapan kasus-kasus narkoba sejauh ini lebih banyak diekspos dari hasil penindakan di Pelabuhan Bakauheni, Lampung.
Padahal, pelabuhan-pelabuhan kecil atau terpencil, juga berpotensi sebagai tempat perlintasan narkoba masuk Lampung, atau dari Lampung menyebar ke daerah lainnya. Bahkan lembaga pemasyarakatan yang menjadi tempat pembinaan, tidak menutup kemungkinan juga dimanfaatkan sebagai tempat peredaran narkoba. Semuanya itu mempertegas pendapat bahwa peredaran narkoba masih cukup luas.
Berikut ini sejumlah contoh kasus bahwa Lampung sebagai daerah yang rawan penyalahgunaan atau perlintasan narkoba, meskipun aparat telah banyak melakukan pengungkapan kasus. Pada Oktober 2024,Kepolisian Daerah Lampung menggagalkan penyelundupan narkoba jenis sabu seberat 7 kg dan 204 pil ekstasi, yang nilainya Rp7,1 miliar, asal Malaysia di Sea Port Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan.
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Umi Fadilah Astutik dalam keterangannya mengatakan bahwa narkoba itu dibawa oleh tiga pelaku yang menyamar sebagai penumpang bus. Barang itu hendak dikirim ke Jawa Timur. Pelaku adalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia.
Berikutnya, seorang ASN yang menjabat Sekretaris Lurah Sumber Agung, Kecamatan Kemiling Kota Bandarlampung ditangkap polisi karena terlibat penyalahgunaan narkoba. ASN itu pun dicopot dari jabatannya oleh Pemkot Bandarlampung.
Narkoba juga menyasar kalangan usia muda, baik di kota maupun perdesaan. Misalnya di Kalianda Lampung Selatan, polisi beberapa hari lalu menangkap seorang mahasiswa diduga terlibat dalam kasus peredaran narkoba.
Sementara kasus yang menarik perhatian dari berbagai kalangan adalah hukuman mati yang dijatuhkan PN Tanjungkarang pada awal Februari 2024, terhadap seorang perwira polisi dalam perkara peredaran narkotika jaringan Fredy Utama. Perwira polisi di jajaran Polres Lampung Selatan, Andres Gustami, dijatuhi hukuman mati.
Majelis hakim dalam amar putusan kasus tersebut menyatakan bahwa terdakwa sama sekali tidak mendukung program pemerintah dalam memusnahkan peredaran narkotika, dan selaku anggota kepolisian telah melakukan penghianatan terhadap institusi Polri.