Terdakwa korupsi pajak penerangan dituntut delapan tahun penjara

id Aceh,Lhokseumawe,Tipikor,Korupsi,Pajak Penerangan,Pemerintah Aceh ,Provinsi Aceh,Pemprov Aceh

Terdakwa korupsi pajak penerangan dituntut delapan tahun penjara

Terdakwa tindak pidana korupsi pajak penerangan mengikuti persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Kamis (18/7/2024). ANTARA/M Haris SA

Banda Aceh (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lhokseumawe menuntut empat pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Lhokseumawe, yang menjadi terdakwa tindak pidana korupsi pajak penerangan jalan dengan kerugian negara Rp3,15 miliar, masing-masing delapan tahun penjara.

Tuntutan tersebut dibacakan JPU Zilzaliana dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Kamis.

Empat terdakwa tersebut yakni Mawardi Yusuf selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Lhokseumawe 2020-2022, Azwar selaku Kepala BPKD Kota Lhokseumawe 2018-2020, Asriana selaku Kepala Subbagian Keuangan BPKD Kota Lhokseumawe, serta Muhammad Dahri selaku Kuasa Pengguna Anggaran pada BPKD Kota Lhokseumawe.

Dalam perkara tersebut, JPU juga menuntut seorang pejabat Pemkot Lhokseumawe lainnya dengan hukum tujuh tahun penjara. Pejabat tersebut yakni Sulaiman selaku Bendahara Pengeluaran BPKD Kota Lhokseumawe.

Persidangan dengan majelis hakim diketuai Teuku Syarafi serta didampingi R Deddy Harryanto dan Heri Alfian, masing-masing sebagai hakim anggota. Para terdakwa hadir ke persidangan didampingi tim penasihat hukum.

Selain pidana penjara, JPU juga menuntut para terdakwa membayar denda Rp200 juta subsider atau hukuman pengganti selama enam bulan kurungan.

Para terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara masing-masing Rp631 juta. Jika tidak membayar, maka dipidana masing-masing empat tahun penjara.

Khusus untuk terdakwa Sulaiman, jika tidak membayar kerugian negara, maka dipidana tiga tahun enam bulan penjara.

JPU juga menuntut terdakwa Mawardi Yusuf, Azwar, dan Sulaiman dicabut hak politiknya selama lima tahun.

Menurut JPU, para terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, d Ayat (2) dan Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, JPU dalam dakwaannya menyebutkan para terdakwa membagikan dan menerima sejumlah uang dari intensif pemungutan pajak penerangan jalan yang dilakukan PLN.

Padahal, para terdakwa tidak berhak menerima intensif dari pajak penerangan jalan umum. Sebab, pemungutan pajak penerangan jalan umum dilakukan oleh PLN, bukan para terdakwa.

"Pemungutan pajak lampu jalan dilakukan PLN, sehingga para terdakwa tidak berhak menerima intensif dari pemungutan pajak penerangan jalan tersebut," kata JPU.

JPU menyebutkan PLN pada rentang waktu 2018 hingga 2022 menyetorkan pajak penerangan jalan ke Kantor Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Lhokseumawe dengan jumlah keseluruhannya mencapai Rp72 miliar lebih.

Seharusnya, uang dari pajak penerangan jalan yang dipungut PLN tersebut disetor ke kas daerah sebagai pendapatan asli daerah. Akan tetapi, para terdakwa membuat kebijakan dengan membagikan sebagai intensif pemungut, kata JPU.

"Perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara berdasarkan hasil penghitungan lembaga audit negara mencapai Rp3,15 miliar," kata JPU menyebutkan.

Para terdakwa menyatakan akan mengajukan pembelaan pada persidangan berikut. Majelis hakim melanjutkan sidang pada pekan depan dengan mendengarkan nota pembelaan para terdakwa.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Empat terdakwa korupsi pajak penerangan dituntut delapan tahun penjara