Metro (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus melakukan patroli siber serta menyaring aduan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menindaklanjuti hoaks, terutama yang berkaitan dengan isu COVID -19, vaksinasi, dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi mengatakan, hingga saat ini penanganan pandemi di Tanah Air masih terganggu oleh beredarnya berita bohong atau hoaks. Karena itu, Kominfo terus melaksanakan patroli siber.
“Di pekan kedua bulan November 2021, sebaran hoaks seputar COVID-19 mengalami kenaikan. Berdasarkan catatan Kementerian Kominfo, total identifikasi isu hoaks COVID-19 sebanyak 1.983 isu pada 5.099 unggahan media sosial, dengan persebaran terbanyak pada Facebook, sejumlah 4.402 sebaran. Sedangkan konten lainnya di platform media sosial lain seperti Instagram, Twitter, Youtube, dan Tiktok. Pemutusan akses telah dilakukan terhadap 4.977 unggahan dan 122 unggahan lainnya sedang ditindaklanjuti," ujar Dedy melalui siaran pers, Kamis.
Untuk hoaks terkait vaksinasi COVID-19, tercatat sebanyak 382 isu pada 2.398 unggahan media sosial. Kemudian, hoaks PPKM sebanyak 48 isu pada 1.140 unggahan media sosial dengan persebaran terbanyak pada Facebook disusul media sosial lain seperti Instagram, Twitter, Youtube, dan Tiktok.
“Pada minggu ini terdapat peningkatan isu COVID-19, namun terjadi penurunan sebaran konten hoaks COVID-19 dengan jumlah 12 isu dan 34 unggahan,” kata Dedy.
Dari sejumlah unggahan hoaks tersebut, Dedy menjelaskan ada beberapa informasi yang perlu diluruskan dan perlu ditangkal bersama penyebarannya, yaitu stroke menyerang anak-anak sebagai efek samping vaksin COVID-19, penerima vaksin COVID-19 berisiko lebih tinggi terkena Limfoma dan Autoimun, vaksin memiliki tingkat kematian 174 kali lebih tinggi pada anak-anak daripada COVID-19.
Lalu, foto kemasan vaksin Sinovac only for clinical trial atau hanya untuk uji klinis, vaksin Pfizer menambahkan zat yang digunakan untuk menstabilkan korban serangan jantung ke dalam vaksin COVID-19, kemudian tes swab dapat menggores Amigdala dan dilakukan di zaman Mesir kuno untuk membuat budak menjadi patuh.
“Faktanya, seluruh berita tersebut adalah menyesatkan dan masuk dalam kategori hoaks,” katanya pula.
Dedy menyatakan, masyarakat juga dapat berpartisipasi dengan mengadukan konten yang melanggar, ke situs https://www.aduankonten.id/ atau melayangkan e-mail ke aduankonten@mail.kominfo.go.id.
Pemerintah terus berusaha meminimalisir dan melawan hoaks terkait pandemi COVID-19. Untuk mendukungnya, masyarakat dapat membantu dengan cara tidak meneruskan berita menyesatkan dan provokatif, yang mendorong kita untuk membuka dan menyebarkannya.
Pada kesempatan tersebut Dedy mengutarakan langkah-langkah untuk mengidentifikasi hoaks, yaitu jika ada berita dengan judul provokatif dan clickbait jangan langsung disebarkan. Selain itu, ia meminta warga mencermati alamat situs yang menjadi sumber pemberitaan karena banyak situs berita palsu yang tidak kredibel.
Masyarakat juga dapat memeriksa sumber pernyataan dan mengecek lagi siapa yg memberikan pernyataan, apakah perwakilan pemerintah, lembaga kredibel, atau para ahli. Ia juga menyarankan masyarakat mengikuti kanal-kanal pemberitaan dan media sosial institusi resmi, serta mengecek ulang foto/video/gambar yang didapatkan.
Caranya, dengan mencari ulang foto tersebut di mesin pencari, sehingga teridentifikasi dari mana asalnya.
“Pandemi masih ada, virusnya masih mengintai kita. Tapi dengan vaksinasi, masker dan disiplin protokol kesehatan, kita akan dapat menekan risiko serendah mungkin. Pemerintah bekerja keras memulihkan kesehatan dan perekonomian di masa pandemi. Mari kita dukung dengan mengidentifikasi, melawan dan tidak menyebarkan hoaks,” ujar Dedy.
Baca juga: Kemenkominfo sebut masih terjadi disinformasi selama pandemi COVID-19, 2.000 hoaks beredar
Baca juga: Kemenkes: Hoaks dan misinformasi jadi tantangan terbesar sosialisasi vaksinasi