Kemenkominfo sebut masih terjadi disinformasi selama pandemi COVID-19, 2.000 hoaks beredar

id Kemenkominfo, disinformasi, hoaks, pandemi COVID-19, limbah COVID-19,masker,HOAKS COVID,hoaks covid

Kemenkominfo sebut masih terjadi disinformasi selama pandemi COVID-19, 2.000 hoaks beredar

Jumlah berita hoaks atau informasi bohong yang tervalidasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI terus bertambah sejak pertengahan tahun lalu. ANTARA

Jika ada berita yang tidak jelas sumber dan kebenarannya, jangan disebar ke orang lain dengan alasan bertanya atau mengonfirmasi
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebut disinformasi atau kabar hoaks masih terjadi selama pandemi COVID-19.

Tenaga Ahli Menteri Kominfo Donny Budi Utoyo dalam siaran persnya, di Jakarta, Minggu, menyampaikan selain penanganan limbah medis ada masalah lain yang harus ditangani, yakni disinformasi COVID-19.

Selama pandemi, ujar dia, hampir 2.000 kabar hoaks beredar yang menyasar ke berbagai lapisan masyarakat.

"Pramuka bisa membantu memberantasnya. Jika ada berita yang tidak jelas sumber dan kebenarannya, jangan disebar ke orang lain dengan alasan bertanya atau mengonfirmasi," ujar Donny dalam Pelatihan Penguatan Gerakan Pramuka, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), dan Pusat Informasi Nasional Gerakan Pramuka, Sabtu (28/8).

Dia pun mengajak anggota Pramuka dan masyarakat luas rutin memeriksa laman website covid19.go.id untuk mengetahui informasi terpercaya soal COVID-19.

"Hoaks sangat berbahaya. Banyak yang menjadi korban gara-gara percaya hoaks. Setiap kabar palsu atau hoaks bisa menyebar hingga ke ribuan orang. Setiap orang bisa terlibat memutus penyebarannya dengan memeriksa setiap informasi yang diterima. Kini, semakin banyak tempat untuk memeriksa informasi terpercaya terkait COVID-19," kata Donny.
Baca juga: Dokter minta hoaks vaksinasi diluruskan, sebaiknya secara perlahan


Edward Nixon Pakpahan dari Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, pandemi COVID-19 tidak hanya menyebabkan banyak orang terinfeksi, namun juga menghasilkan limbah medis yang tergolong bahan beracun dan berbahaya.

"Setiap hal yang bersentuhan dengan pengidap COVID-19 harus dilakukan sebagai benda infeksius. Itu harus dimusnahkan, dibakar," kata Edward.

Menurut dia, ada kenaikan limbah medis hingga 30 persen per hari selama pandemi berlangsung. Sebelum pandemi, rata-rata dihasilkan 400 ton limbah medis per hari, tetapi selama pandemi ini, limbah medis meningkat menjadi 520 ton per harinya.

Untuk penanganannya, Kementerian LHK membangun insinerator di berbagai daerah sejak tahun lalu.

Pembangunan berbagai insinerator tambahan itu bisa memusnahkan total 150 ton limbah medis per hari.

"COVID-19 ini berbahaya, semua yang terkait harus ditangani serius. Masker, sekali pun tidak dipakai orang terpapar, harus ditangani dengan baik," kata Edward.

Masker, kata dia, menjadi salah satu sumber limbah medis paling banyak, karena masker tidak hanya dipakai di lingkungan yang ada pengidap COVID-19.

"Kami berharap kawan-kawan Pramuka bisa ikut membantu mensosialisasikan cara penanganan masker yang aman. Masker yang sudah dipakai wajib dipotong dan disemprot dengan cairan disinfeksi. Setelah itu, baru dikemas secara aman sebelum dibawa ke tempat pemusnahan," kata Edward pula.
Baca juga: Kemenkes: Hoaks dan misinformasi jadi tantangan terbesar sosialisasi vaksinasi
Baca juga: Mereka yang tidak kenal lelah menghalau hoaks selama pandemi COVID-19