Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan bahwa energi baru terbarukan (EBT) harus menjadi penyangga energi nasional.
Upaya itu disebut akan dilakukan dengan mengurangi zat karbon, seperti yang dioperasikan pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil layaknya batu bara.
“Kita sadar bahwa energi menyumbang karbon, maka kita akan menekan karbon sedemikian rupa,” ujar Sugeng dalam pertemuan Komisi VII DPR dengan Direksi PT Poso Energy, di Hotel Santika, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (30/9).
Sebagaimana diketahui, ungkapnya, Indonesia telah terikat dalam Paris Agreement (Persetujuan Paris) pada tahun 2016 terkait kesepakatan untuk mereduksi emisi karbondioksa (CO2) yang efektif berjalan per tahun 2020 yang lalu.
Pemerintah juga telah meratifikasi persetujuan tersebut dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 mengenai komitmen untuk mengurangi CO2 sebesar 29 persen pada tahun 2030 mendatang.
Karena itu, ujar Sugeng lagi, EBT akan dikedepankan sebagaimana Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dibangun oleh PT Poso Energy.
“Kita ingin mendengar best practice, pengalaman membangun (PLTA Poso) agar bisa menjadi pengalaman (bagi) kita semua,” ujarnya pula.
Pemilik Kalla Group yang menaungi PT Poso Energy Jusuf Kalla menerangkan bahwa di samping urusan bisnis, salah satu tujuan menghadirkan PLTU di Poso adalah memberikan pekerjaan kepada masyarakat setempat untuk menghindari perpecahan dan peningkatan inovasi.
"PLTU di Poso dibangun karena Poso merupakan daerah konflik. Kalau masyarakat tak bekerja, kalau rakyat miskin, konfliknya akan kembali lagi," ujarnya pula.
Selain itu, dia menyampaikan tentang pentingnya sumber daya listrik yang dibutuhkan Indonesia, karena setiap tahun akan bertambah penggunaannya dengan didukung beberapa faktor. Antara lain peningkatan jumlah penduduk sebesar 1,5 persen yang berkonsekuensi terhadap bertambahnya jumlah rumah tangga. Sehingga, barang-barang semacam kulkas dan televisi yang memerlukan listrik semakin banyak digunakan.
Kemudian, lifestyle akan meningkat 1 persen, seperti penggunaan handphone yang membutuhkan listrik.
Terakhir, mobil listrik sebesar 1 persen. “Saya kira 2-3 tahun lagi, mobil listrik sudah mulai dibikin di Indonesia,” kata mantan Wakil Presiden RI itu pula.