Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Anny Sulaswatty mengatakan perlunya peningkatan pengembangan dan komersialisasi green aditif sebagai penghemat bahan bakar minyak (BBM) dari minyak atsiri dalam rangka mendukung ketahanan energi nasional.
"Green aditif meningkatkan 'fuel cleanliness' sehingga meningkatkan efisiensi bahan bakar," kata Anny Sulaswatty dalam orasi pengukuhan Profesor Riset yang berjudul "Penerapan Teknologi Non-Konvensional dalam Ekstraksi Komponen Utama Atsiri dan Produk Turunannya di Indonesia", Jakarta, Selasa.
Anny menuturkan penggunaan green aditif menjadi terobosan energi bagi dunia industri untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar serta meningkatkan nilai tambah tanaman atsiri Indonesia.
Selain penghematan energi bagi industri pengguna solar, komersialisasi green aditif juga akan berdampak besar menumbuhkan penyuling minyak atsiri, petani tanaman atsiri, membuka lahan tidur dan berperan memperbaiki kualitas udara dengan mengurangi asap hitam industri dan kendaraan.
Anny mengatakan pengembangan green aditif berbasis turunan minyak atsiri dapat menurunkan kadar air dalam solar hingga 15 persen, menghemat bahan bakar hingga delapan persen, dan produk ini mulai merambah pasar.
Green aditif ditambahkan ke dalam bahan bakar minyak (BBM) untuk menyempurnakan pembakaran di dalam mesin sehingga energi atau tenaga yang dihasilkan lebih besar.
Selain itu, pengembangan teknologi derivatisasi produk turunan minyak serai wangi dan minyak cengkih menjadi produk green aditif penghemat bahan bakar dalam bentuk prototipe formulasi green aditif telah dihasilkan dari rangkaian kerja sama penelitian yang didukung program Inovasi Produksi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Prototipe formula inovatif green aditif adalah penghemat bahan bakar berbasis turunan minyak atsiri. Penggunaan green aditif bekerja membersihkan deposit pada ruang bakar sehingga bermanfaat pada perpindahan panas yang lebih baik, mengoptimalkan performa mesin, tarikan menjadi ringan, menghilangkan "knocking", emisi NOX (nitrogen yang terkandung di dalam bahan bakar fosil) lebih rendah sehingga mengurangi polusi gas buang, serta umur mesin lebih panjang sehingga secara umum dapat menghemat bahan bakar.
Minyak atsiri memiliki wujud berupa cairan lembut bersifat aromatik kental pada suhu ruangan, namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas sebagai bahan dasar wangi-wangian. Minyak ini diperoleh dari ekstrak atau penyulingan bunga, biji, kulit batang, kayu dan akar tumbuh-tumbuhan.
Secara global, tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 spesies tanaman. Di Indonesia dikenal sekitar 40 jenis tanaman penghasil minyak atsiri, namun baru sekitar 19 jenis minyak atsiri yang dihasilkan.
Dari ke-19 jenis minyak atsiri tersebut, terdapat sembilan jenis minyak yang paling menonjol di Indonesia yaitu nilam, serai wangi, cengkih, jahe, pala, kayu manis, akar wangi, kenanga dan kayu putih.
***3***
Berita Terkait
Golkar dinilai tepat tunjuk Erwin Aksa sebagai waketum
Selasa, 28 September 2021 14:07 Wib
Peneliti LIPI mengubah limbah masker medis menjadi produk bernilai tambah
Minggu, 8 Agustus 2021 10:01 Wib
Spesies baru katak-pucat pantaiselatan ditemukan di hutan Garut
Jumat, 30 Juli 2021 9:56 Wib
LIPI sebut lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia didominasi varian delta
Sabtu, 17 Juli 2021 13:17 Wib
13 pelajar Indonesia dikirim ke ajang internasional ISEF 2021
Jumat, 30 April 2021 14:45 Wib
Peringati Hari Buku Internasional, TACB Metro dan PMB LIPI kolaborasi penulisan buku
Sabtu, 24 April 2021 13:28 Wib
LIPI: Perlu data ilmiah keamanan dan efikasi vaksin Sinovac pada anak-anak
Senin, 29 Maret 2021 12:44 Wib
LIPI tegaskan manfaat vaksin AstraZeneca lebih tinggi daripada risikonya
Jumat, 19 Maret 2021 15:29 Wib