Lagu Lady Gaga dan Arianda Grande disebut Menteri Singapura "menyerang"

id Singapura,ujaran kebencian,syair lagu tak sopan,Lady Gaga,Ariana Grande

Lagu Lady Gaga dan Arianda Grande  disebut Menteri Singapura   "menyerang"

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong . (ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Afriadi Hikmal/wsj/2018.)

Singapura (ANTARA) - Lagu-lagu dari penyanyi pop Amerika Lady gaga dan Ariana Grande masuk dalam daftar "syair tidak sopan" yang diserahkan kepada anggota parlemen konservatif-sosial Singapura sebagai bagian dari pernyataan dalam pidato menteri dalam negeri negara kota tersebut.

Pernyataan pada Senin itu berselang hampir satu bulan setelah pembatalan konser kelompok metal Swedia Watain di Singapura karena sejarah kelompok tersebut yang "merendahkan agama dan memuja kekerasan".

Singapura terus memperketat pernyataan di depan umum dan media, khususnya apabila menyangkut masalah agama dan ras.

Sebuah foto pernyataan menteri mengena "pembatasan ujaran kebencian" diunggah di Facebook oleh anggota parlemen oposisi Chen Show Mao pada Senin dengan tulisan "Pelajaran hari ini."
Unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari seribu kali dan hingga Selasa siang telah mendapat rayusan komentar.

Daftar lagu tersebut adalah "Judas" dari Lady Gaga dan "God is a woman" dari Ariana Grande, demikian pula lagu "Hereby" oleh Nina Inch Nails dan"Take me to the Church" oleh Hozier.

Baik Lady Gaga maupun Ariana Grande sudah pernah mengadakan konser di Singapura.

Menteri Dalam Negeri Singapura K.Shanmugam dalam Facebook pada Selasa mengatakan bahwa dia memberikan daftar tersebut sebagai gambaran bahwa mungkin ada orang yang merasa terganggu.

"Bukan berarti semua dapat dilarang, hanya karena sebagian orang mendapatinya merendahkan," kata Shanmugam yang juga menteri kehakiman.

Dalam pidatonya pada Senin, menteri mengatakan bahwa pendekatan pemerintah dilakukan berdasarkan akal sehat. Dia menambahkan akan melarang segala hal yang menghina atau menyakiti orang lain, atau membiarkan segala yang merendahkan dan menyakiti, tidak bisa dilakukan.

Pernyataan tersebut disampaikan berselang sehari setelah Singapura mengajukan peraturan tentang berita palsu kepada parlemen, menyebabkan kecemasan pada perusahaan internet dan kelompok HAM yang khawatir bahwa hal itu akan memberikan kekuasaan lebih besar kepada pemerintah untuk menghalangi kebebasan pers.



Sumber: Reuters