Bandarlampung (ANTARA) - Lurah Sukabumi Indah, Kecamatan Sukabumi, Bandarlampung, M Ridwan membantah bahwa dirinya telah menerima uang sebesar Rp10 juta dari permohonan perbaikan nama atas nama Puji Hastuti.
"Belum pernah Pak," katanya di Bandarlampung, Jumat.
Dia melanjutkan, dirinya menegaskan bahwa pihaknya membantah tidak pernah menerima permohonan baik atas nama Indra Purnawan maupun Jono Parulian Sitorus untuk perbaikan nama atas nama Puji Hastuti.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga membantah bahwa telah menerima uang sebesar Rp10 juta yang rencana akan digunakan untuk memperbaiki nama atas mama Puji Hastuti.
"Kalau untuk itu saya gak pernah menerima atau pun membuat surat tersebut Pak," kata dia.
Sebelumnya, Lurah Sukabumi Indah M Ridwan dituding telah menerima uang sebesar Rp10 juta berdasarkan dari surat dakwaan jaksa perkara penipuan pembuatan sertifikat yang melibatkan terdakwa oknum PNS di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pesawaran, Lampung.
Dalam dakwaan tersebut, korban penipuan pembuatan sertifikat oleh terdakwa telah menyerahkan uang sebesar Rp10 juta untuk perbaikan namanya di Kantor Kelurahan Sukabumi Indah, Bandarlampung.
Saat itu, terdakwa menemui korban dan Jono Parulian Sitorus selaku pengacara dari Puji Hastuti yang memiliki tanah untuk menjelaskan bahwa terdapat salah satu dokumen kepemilikan tanah milik Puji yang perlu diperbaiki ke Kantor Kelurahan Sukabumi Indah.
Dalam surat dakwaan jaksa, kemudian terdakwa mengatakan bahwa untuk memperbaiki surat memerlukan biaya sebesar Rp10 juta dengan alasan bahwa uang tersebut nantinya akan diserahkan terdakwa kepada Lurah Sukabumi Indah.
Atas permintaan dan penjelasan yang disampaikan terdakwa, selanjutnya tanggal 29 September 2023, korban mengirimkan uang ke rekening terdakwa menggunakan mobile banking BCA sebesar Rp10 juta.
Berjalannya waktu, korban kemudian mengetahui dari Jono bahwa terdakwa tidak pernah mengurus perbaikan surat tanah milik Puji ke Kantor Kelurahan Sukabumi Indah, sehingga korban meminta tolong kepada Jono untuk mengurus sendiri perbaikan surat tersebut.
"Kemudian korban menyerahkan uang sebesar Rp10 juta kepada Jono," kata jaksa dalam dakwaannya.
Namun, setelah menunggu dan tidak ada kabar perkembangan dari terdakwa, maka pada akhir bulan Mei 2024 korban menanyakan perkembangan namun tidak ada kejelasan dari terdakwa bahkan ponsel tidak dapat dihubungi.
"Akibat perbuatan terdakwa tersebut, korban mengalami kerugian uang sebesar Rp295 juta," jelas jaksa.