Bandarlampung (ANTARA) - Putusan inkracht PN Kalianda terhadap lahan PTPN I Regional 7 yang digugat LSM Pelita (Maskamdani cs.) seluas 75 hektare, Lampung Selatan yang telah dieksekusi riil dipastikan tuntas.
Region Head PTPN I Regional 7 Tuhu Bangun menegaskan, pihaknya selalu mengedepankan ruang kompromi dan musyawarah kemanusiaan untuk urusan penegakan hukum pada kasus ini. Apabila ada sikap akomodatif dari perusahaan,kata dia, hal itu merupakan langkah kemanusiaan.
"Hari ini kegiatan penertiban dan pengosongan lahan et negara HGU No.16 Tahun 1997 (pelaksanaan eksekusi pengosogan) akan dilanjutkan yang merupakan tindak lanjut dari eksekusi riil yang telah diputus PN Kalianda 31 Desember 2024 lalu. Intinya, lahan negara yang dikelola PTPN I Regional 7 kembali ke pangkuan negara dengan utuh dan akan kami pergunakan sebagaimana amanat negara. Dalam beberapa hari ini harus tuntas," kata dia, dalam keterangannya di Bandarlampung, Senin.
Mengenai polemik yang masih terjadi di lapangan karena beberapa oknum okupan yang menolak dan membela diri, Tuhu Bangun menyebut hal itu bukan halangan hukum.
Berbagai narasi negatif yang diembuskan beberapa oknum dan menjaring dukungan dari beberapa pihak, menurut Tuhu Bangun adalah langkah yang inkonstitusi dan dapat dikategorikan sebagai pelanggan hukum.
Sebab, isu-isu yang diembuskan lebih berisi fitnah dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Tuhu Bangun menjelaskan, secara hukum kasus lahan Sidosari ini ini sudah bersih dan terang benderang.
Ia juga mengingatkan kepada para pihak yang dimanfaatkan nama besarnya oleh para oknum untuk melawan putusan hukum yang sah untuk menghitung ulang untung rugi reputasinya. Sebab, proses hukum terhadap kembalinya lahan ini ke pangkuan negara sudah sangat kredibel dari awal sampai akhir.
"Tidak ada lagi yang bisa diperdebatkan karena proses hukum dari awal sampai inkracht di Mahkamah Agung sudah clean and clear. Sepengetahuan kami, yang ngotot justru orang-orang yang sangat paham hukum. Sementara para okupan awam sudah sukarela menyerahkan aset dan mengakui kesalahannya. Nah, ini yang saya sesalkan. Sebab, kalau ini terus berlanjut maka korban penipuannya akan bertambah," tambah dia.
Secara kronologis, kasus ini bermula dari klaim Maskamdani cs yang menggunakan LSM Pelita atas lahan seluas 150 hektare milik PTPN I Regional 7. Klaim itu dilakukan dengan menduduki lahan dengan mengerahkan alat berat dan menanami lahan dengan berbagai tanaman.
Atas okupasi itu, pihak PTPN I Regional 7 (dulu PTPN VII) melawan. Beberapa kali terjadi gesekan dan sempat terjadi penganiayaan oleh oknum-oknum LSM tersebut kepada karyawan PTPN I Regional 7 yang berakhir ke laporan polisi.
Upaya okupasi fisik tak berhasil, Maskamdani cs. melakukan gugatan ke PN Kalianda pada 2020. Melalui persidangan bertingkat hingga kasasi ke Mahkamah Agung, PTPN I Regional 7 memenangkan perkara. Terakhir, MA menguatkan putusan PN Kalianda yang menyatakan perkara ini inkracht sehingga lahan tersebut kembali menjadi bagian dari HGU No.16/1997 seluas 4.984,41 hektare milik PTPN I Regional 7.
Putusan inkracht tersebut ditindaklanjuti dengan eksekusi riil oleh PN Kalianda pada 31 Desember 2024. Eksekusi riil oleh PN Kalianda dilanjutkan dengan eksekusi fisik oleh PTPN I Regional 7.