Praktisi Hukum: Petambak Karimun Jawa layak dapatkan kebebasan

id petambak udang, karimun jawa, praktisi hukum, budi daya udang

Praktisi Hukum: Petambak Karimun Jawa layak dapatkan kebebasan

Ilustrasi- Barang bukti berupa pipa inlet miik petambak yang disita penyidik Gakkum KLHK dan rencananya diserahkan pada pihak Kejaksaan Negeri Jepara, pada Kamis (6/6/2024). (foto istimewa)

Meskipun pihak Gakkum KLHK sudah mengajukan surat penundaan persidangan, permohonan itu kan nyatanya ditolak oleh hakim, tandasnya

Bandarlampung (ANTARA) - Kalangan praktisi hukum menilai, perilaku penyidik penegakan hukum (gakkum) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam menangani kasus pencemaran limbah di Karimun Jawa sarat dengan kekurangcermatan.

Baik terkait penerapan pasal, cara mendapatkan alat bukti, maupun dalam hal memperlakukan para petambak yang ditetapkan sebagai tersangka dan berstatus tahanan. Mereka pun menilai wajar jika hakim Pengadilan Negeri Jepara memutuskan untuk mengabulkan gugatan praperadilan ketiga tersangka.

Hal itu berdasarkan pendapat yang dipaparkan praktisi hukum Universitas Indonesia (UI) Mulatua Situmorang SH dan Horas M Naiborhu SH, serta Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Muhibbuddin Koto, dalam keterangannya kepada media di Jakarta, Minggu (9/6/2024).

Mulatua Situmorang menyoroti tajam ketidakseriusan penyidik Gakkum KLHK dalam merespons gugatan praperadilan para tersangka petambak. Di mana pada sidang pertama dan kedua, yakni di tanggal 3 dan 6 Juni 2024, pihak Gakkum KLHK tidak menghadiri persidangan dengan dalih ada kesibukan mengikuti persidangan di daerah lain.

“Namun dari informasi yang terungkap di media, di hari yang sama penyidik Gakkum KLHK justru kedapatan melakukan aktivitas lain, yakni berusaha menyerahkan sejumlah barang bukti dan para tersangka petambak ke Kejaksaan Negeri Jepara. Hal itu jelas menimbulkan kesan, pihak Gakkum KLHK tidak menghargai bahkan menganggap remeh proses hukum yang sedang berjalan di PN Jepara,” ujar Mulatua dari kantor advokat Situmorang-Naiborhu & Partner itu.

Diketahui, aktivitas penyidik Gakkum KLHK sebagaimana dimaksudkan Mulatua itu, adalah penyerahan barang bukti berupa tiga unit truk pipa inlet yang baru disita dari para petambak ke Kejaksaan Negeri Jepara, pada Kamis (6/6/2024). Di mana di hari yang sama, Pengadilan Negeri Jepara menggelar sidang praperadilan lanjutan dan pihak Gakkum KLHK absen dari persidangan itu.

“Meskipun pihak Gakkum KLHK sudah mengajukan surat penundaan persidangan, permohonan itu kan nyatanya ditolak oleh hakim,” tandasnya.

Sementara itu, secara terpisah, praktisi hukum Horas M Naiborhu menyoroti juga kegagalan upaya penyidik Gakkum KLHK dalam menyerahkan para tersangka petambak ke Kejaksaan Negeri Jepara, setelah berkas pemeriksaan mereka dinyatakan lengkap (P-21).

Diketahui, penyidik Gakkum KLHK memindahkan ketiga tersangka petambak, masing-masing Sutrisno (50), Teguh Santoso (44), dan Mirah Sanusi Darwiyah (48), dari Rutan Salemba dan Rutan Pondok Bambu Jakarta. Ketiga tersangka petambak itu tiba di Jepara pada Jumat (7/6/2024). Namun, hingga Minggu (9/6/2024) ketiganya masih dalam “penguasaan” penyidik Gakkum KLHK dan belum diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jepara.

“Kegagalan menyerahkan para tersangka kepada institusi Kejaksaan sangat jarang terjadi. Ini memberi gambaran sosok penegak hukum yang tidak profesional dan tidak koordinatif dalam menjalankan peran dan fungsinya. Ini jelas sebuah kelemahan. Semua orang tahu, Sabtu dan Minggu adalah hari libur dan proses serah terima tersangka baru bisa dilakukan pada hari kerja,” papar Horas.

Menilik ketidakcermatan penyidik Gakkum KLHK dalam menangani perkara pencemaran lingkungan di Karimun Jawa,  Horas maupun Mulatua pun berpendapat, menjadi sangat wajar seandainya hakim tunggal Meirina Dewi Setyawati memutuskan untuk mengabulkan gugatan praperadilan para tersangka. “Konsekuensi dari dikabulkannya gugatan praperadilan itu, penyidikan kasus tambak di Karimun Jawa harus dihentikan dan para tersangka yang ditahan harus dinyatakan bebas,” papar Mulatua.

Harapan Menko Marinves

Kekurangcermatan penyidik Gakkum KLHK sebelumnya telah disoroti secara tajam oleh Wakil Ketua MAI Muhibbuddin Koto. Menurut Koto, pihak Gakkum telah mengawali langkah hukum dengan kesalahan sangat serius, yakni dalam hal pengambilan sampel air limbah dari lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) milik petambak di Karimun Jawa.

Berdasarkan dokumen pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) Kementerian Kelautan dan Perikanan, ujar Koto, sampel air limbah diambil pada Oktober 2022 di dua titik lokasi tambak yang bukan milik keempat tersangka. Namun penyidik Gakkum KLHK tetap menerbitkan surat penetapan tersangka kepada keempat orang petambak, yakni Sutrisno, Teguh Santoso, Mirah Sanusi Darwiyah, dan Sugiyono.

Bahkan, pada 13 Maret 2024, Koto menjelaskan, penyidik Gakkum KLHK memutuskan untuk menahan tiga dari keempat orang tersangka itu. “Dan baru pada tanggal 1 dan 2 April 2024, aparat Gakkum KLHK mendatangi tambak para tersangka untuk melakukan pengambilan sampel air limbah dari IPAL. Ini memiliki makna, penyidik Gakkum telah lebih dulu menetapkan tersangka dan melakukan penahanan, sebelum bukti-bukti dikumpulkan,” tandas Koto, saat menjadi saksi fakta di PN Jepara.

Menurut Koto, perilaku penyidik Gakkum KLHK dalam menangani kasus tambak udang di Karimun Jawa yang tidak cermat dan tidak hati-hati sangat sesuai dengan sinyalemen Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) tentang karut-marutnya aturan dan buruknya implementasi aturan yang menaungi kegiatan usaha tambak udang, terutama di Karimun Jawa. Sinyalemen karut-marut dan tumpang tindihnya regulasi yang menaungi sektor budidaya udang, disampaikan LBP dalam acara rapat koordinasi bertajuk “Perbaikan Tata Kelola Industri Budidaya Udang di Indonesia” yang digelar di Bali, pada Jumat, 17 Mei 2024.

“Melalui proses gugatan praperadilan ini tampak secara terang benderang betapa aturan yang menurut Pak Menko Marinves tumpang tindih itu terjadi dan dilakukan oleh aparat Gakkum KLHK. Bukan hanya bersikap tidak profesional dan tidak cermat, penyidik KLHK bahkan cenderung sewenang-wenang. Jadi praperadikan kasus tambak ini sekaligus bisa jadi pintu masuk pertama untuk mengurai kusutnya aturan budidaya tambak udang dan lemahnya implementasi aturan, sesuai harapan Pak Luhut. Penyidikan kasus tambak Karimun Jawa selayaknya juga dihentikan dan para petambak dibebaskan dari status tersangka,” tandas Koto.

Muhibbuddin Koto menjelaskan, MAI bersama asosiasi sektor perikanan lain, yakni Shrimp Clup Indonesia (SCI) dan Forum Udang Indonesia (FUI), tidak akan berhenti menyuarakan ketidakadilan hukum yang kini dialami para petambak Karimun Jawa. Lantaran itulah, lanjut Koto, pada Senin (24/6/2024) MAI, SCI, FUI, serta YLBH Indonesia Menggugat, selaku wakil petambak udang Karimun Jawa, akan melaksanakan audiensi dengan Komisi IV DPR-RI. “Kami akan memanfaatkan forum audiensi dengan DPR untuk melaporkan seluruh perkembangan yang dialami pembudidaya udang di Karimun Jawa,” pungkasnya.