Pelarangan resmi mudik bisa putus rantai penularan COVID-19

id mudik,bpkn,larangan mudik

Pelarangan resmi mudik bisa putus rantai penularan COVID-19

Sejumlah calon penumpang bersiap naik ke bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) di Terminal Bekasi, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/wsj

Jakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen (BPKN) mendukung pelarangan resmi mudik dari pemerintah karena dapat memutus rantai penularan wabah Virus Corona baru atau COVID-19.

"Saya rasa larangan mudik betul-betul relevan. Jadi larangan mudik bisa memutus rantai penularan pandemi COVID-19 lebih lanjut," ujar Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Arief Safari dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu.

Arief mengatakan bahwa sekarang ini orang suka salah anggap bahwa garda terdepan dari penyelesaian COVID-19 adalah para dokter dan tenaga medis. Padahal, kata dia, garda pertahanan terdepan adalah masyarakat karena mereka sebagai risk taking unit.

"Sehingga masyarakat sebagai garda pertahanan lini pertama harus taat azas, melakukan pembatasan sosial dan fisik, rajin mencuci tangan, menggunakan masker, itu adalah upaya-upaya sebagai pertahanan terdepannya," kata Arif Safari dalam diskusi daring yang diselenggarakan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Menurut Arief, garda pertahanan terdepan kedua dalam menghadapi COVID-19 barulah komunitas, perumahan, RT/RW. Sedangkan garda pertahanan ketiganya, lanjut dia,  adalah tenaga kesehatan.

"Kalau tenaga kesehatan ini dijadikan garda pertahanan pertama sekaligus paling depan, maka babak belur Indonesia dalam melawan COVID-19. Kondisinya bisa terjadi seperti di Amerika Serikat, Italia, Inggris dan Spanyol di mana negara tersebut memiliki kemampuan kesehatan luar biasa namun kapasitasnya terbatas, akhirnya babak belur juga," ujar Arif.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang seluruh masyarakat Indonesia mudik ke kampung halaman untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Hal itu menurut Presiden berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan. Dari hasil survei Kementerian Perhubungan, kata dia, yang tidak mudik 68 persen yang tetap bersikeras mudik 24 persen, yang sudah mudik 7 persen, artinya masih ada angka sangat besar 24 persen lagi.

Presiden pun mengaku tidak ingin mengambil risiko penyebaran COVID-19 lebih luas lagi. Masyarakat yang tidak mudik pun, menurut Presiden, sudah terbantu dengan sejumlah bantuan sosial.