Mamuju (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat kembali menggelar Festival Saeyyang Pattu’du atau Kuda Menari.
Ketua Panitia Festival Saeyyang Patu'du, Arismunandar, Rabu mengatakan, kegiatan itu merupakan agenda wisata budaya yang setiap tahunnya digelar oleh pemerintah setempat.
"Setiap tahunnya, festival ini digelar secara meriah dengan melibatkan seluruh sekolah di Kabupaten Majene, mulai dari SD, SMP dan SMA," ujar Arismunandar.
Kegiatan yang dihelat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Majene tersebut dilaksanakan selama dua hari, yakni 12- 13 November 2019.
"Tempat kegiatan dimulai dari pelataran Gedung Assamalewuang Majene dan finish di panggung penghormatan di area stadion Prasamya Majene. Total ada 64 peserta, dengan rincian sebanyak 52 peserta tingkat SD, tujuh peserta dari tingkat SLTP, dua peserta dari tingkat SLTA dan TPA dua peserta," terang Arismunandar.
Bupati Majene Fahmi Massiara terlihat sangat antusias menyaksikan festival tahunan tersebut.
"Selain memberikan hiburan kepada masyarakat, kegiatan ini juga untuk membangun nuansa kearifan lokal dan mempertahankan tradisi kebudayaan Mandar," tutur Fahmi Massiara.
Untuk memajukan Kabupaten Majene lanjut Bupati, harus dipacu dari berbagai sektor, termasuk dengan mempertahankan tradisi kebudayaan.
Untuk itu, ia meminta agar Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Majene terus meningkatkan kualitas pelaksanaan acara agar festival ini menjadi agenda wisata kebudayaan yang besar.
"Patut kita kembangkan untuk mendorong kemajuan pariwisata dengan nuansa tradisional," kata Fahmi Massiara.
Saeyyang Pattu’du merupakan salah satu warisan budaya di Tanah Mandar, yang cukup lama.
Di zaman Kerajaan Mandar, hanya kaum bangsawan yang diperbolehkan mengikuti kegiatan itu.
Baca juga: Pemerintah Sulbar ajak masyarakat mengembangkan wisata kuliner
Namun seiring begesernya zaman, tradisi tersebut berkembang di masyarakat, bahkan dijadikan sebagai motivasi bagi anak-anak yang telah menammatkan bacaan Alqurannya.
Tamat membaca Alquran di Tanah Mandar merupakan hal yang sangat istimewa dan perlu untuk disyukuri.
Para orang tua atau kelompok masyarakat akan mengadakan pesta adat Saeyyang Pattu’du.
Pesta tersebut akan dilaksankan satu kali setahun, bertepatan dengan bulan Maulid Nabi atau pada Rabiul Awal
Dengan berpakaian adat Mandar, anak-anak tersebut diarak di atas kuda.
Kuda itu akan menari saat pawang dan kelompok "Parrawana" (rebana) beraksi dengan semangat yang disertai pantun-pantun Mandar.
Setiap kuda ditunggangi oleh dua orang, yakni satu orang "To Tammaq" dan satu orang "Massaiyyang to Tammaq" yang dikawal oleh beberapa orang yang juga berpakaian adat atau disebut Passarung.
Di depan kuda ada pemain rebana yang berjumlah 6-12 orang, kelompok rebana (parrawana) yang secara terus-menerus memainkan rebana sembari berjingkrak-jingkrak mengiringi kuda yang menari.