Jakarta (ANTARA) - Kolaborasi dari berbagai pihak dibutuhkan agar penerapan jaringan telekomunikasi generasi kelima (5G) tidak terasa seperti jaringan generasi keempat (4G), demikian disampaikan Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail.
Ismail, saat membuka seminar 5G, di Jakarta, Kamis, mengatakan industri telekomunikasi perlu melakukan transformasi digital secara internal dalam mewujudkan penerapan jaringan 5G dan pemerintah siap mendukung perwujudan itu.
"Harus diselesaikan biar 5G betul-betul rasa 5G, bukan rasa 4G," kata Ismail tentang penerapan transformasi digital yang membutuhkan waktu di Indonesia.
Jaringan seluler 5G, menurut Ismail, mampu memberikan layanan kecepatan unduhan dan unggahan data secara signifikan yang jauh lebih cepat, jangkauan yang lebih luas, dan koneksi yang lebih stabil. Jaringan itu juga penting untuk pengembangan smart city dan perangkat Internet untuk segala (Internet of Things).
Data adalah hal krusial untuk era Internet of Things. Indonesia diharapkan bisa punya akses untuk menganalisis big data demi kepentingan pembangunan.
Jika memiliki akses tersebut, pemerintah, menurut Ismail, bisa menerapkan strategi yang tepat sasaran dan berdampak positif pada perekonomian jika memiliki akses terhadap big data itu.
Pendapat senada disampaikan Direktur Qualcomm Indonesia Shannedy Ong yang mengatakan data akan lebih bernilai dibandingkan komoditas ekonomi lain.
"Ke depan, data akan lebih berharga dibandingkan, misalnya minyak. Dan itu penting dalam kecerdasan buatan (artificial intelligence)," kata Ong.
Ong menambahkan peningkatan jumlah operator dan mitra perangkat orisinal (OEM) Qualcomm untuk produk pendukung jaringan 5G berlipat-lipat dibandingkan peluncuran 4G pada tahun-tahun sebelumnya.
"Komparasi 5G dan 4G kira-kira sepuluh kali lipat dari jumlah operator dan OEM. Jaringan 5G akan bawa perubahan signifikan dari sisi ekosistem partner, pemain industri, dan pemain di dunia global telekomunikasi," ujar Ong.