Mimpi Aziz, pemuda penyandang disabilitas menjadi arsitek

id PENYANDANG DISABILITAS, CACAT FISIK,AZIZ

Mimpi Aziz, pemuda penyandang disabilitas menjadi arsitek

Aziz Hermawan (21) penyandang disabilitas paraplegi (kelumpuhan) tengah membuat disain bangunan (Antara Lampung/Ardiansyah)

Cita-cita saya, ingin menjadi arsitek profesional, andal dan juga bermanfaat untuk semua orang. Harapannya, agar pemerintah bisa membantu kekurangan saya sebagai penyandang disabilitas agar kiranya mendapatkan akses sesuai dengan keahlian saya ini.

Bandarlampung (Antaranews Lampung) - Cacat fisik bukan halangan bagi mereka untuk meraih cita-cita, bersinar dan berkarya. Kekurangan yang mereka miliki malah membuat mereka semakin kuat.

Seorang pemuda yatim penyandang disabilitas paraplegi (kelumpuhan), Aziz Hermawan (21) asal Kampung Sukarame RT 07/RW 03, Kecamatan Meraksa Aji, Tulangbawang (Tuba), Lampung memiliki impian dan cita-cita mulia menjadi seorang arsitek profesional yang ingin membangun panti sosial untuk para penyandang disabilitas yang tidak mengenyam bangku pendidikan sekolah dan para tunawisma.

Azis menderita kelumpuhan total sejak ia duduk dibangku sekolah setingkat SMA di sebuah sekolah Madrasah Aliyah (MA) Mathla’ul Anwar, Meraksa Aji, Tulangbawang, Lampung. Meski penyandang disabilitas dan menjadi yatim, Aziz memiliki cita-cita dan ingin meraih impiannya tersebut menjadi seorang arsitek profesional, andal dan terkenal.

Meski tidak memiliki kesempurnaan fisik seperti orang-orang pada umumnya, Azis yang merupakan putra sulung dari dua bersaudara anak dari pasangan M. Usman (Alm) dan Karmiyati (40) ini, ingin meraih Impian dan cita-cita mulianya itu dengan terus berusaha berkarya membuat disain-disain bangunan mulai dari gambar rumah, gedung bertingkat apartemen dan perkantoran serta membuat aneka miniatur hasil karya dari olahan jemari tangannya sendiri laiknya arsitek profesional.

Selain itu juga, Aziz pun berharap bahwa sosok dirinya agar bisa menginspirasi semua penyandang disabilitas supaya jangan mudah menyerah dengan keadaan, meski dirinya sendiri belum menapaki ke puncak kesuksesan sebagai arsitek yang menjadi impiannya tersebut.

Aziz menceritakan bahwa dia menjadi penyandang disabilitas sejak duduk dibangku kelas 4 sekolah Dasar Negeri (SDN). Kelumpuhan total pada kakinya itu hingga tidak bisa berjalan lagi, saat ia duduk dibangku sekolah kelas 2 SMA hingga sekarang. Sejak saat itulah, hari-harinya dari berangkat dan pulang sekolah menggunakan kursi roda yang dibeli dari hasil jerih payah ibunya sebagai tukang jahit biasa.

Meski hidupnya pas-pasan dan mengalami kelumpuhan total, kata Aziz, ia tetap terus bersemangat sekolah hingga akhirnya bisa menamatkan sekolah setingkat SMA di Madrasah Aliyah (MA) Mathla’ul Anwar, Meraksa Aji, Tulangbawang pada Tahun 2017 lalu.

"Cita-cita saya, ingin menjadi arsitek profesional, andal dan juga bermanfaat untuk semua orang. Harapannya, agar pemerintah bisa membantu kekurangan saya sebagai penyandang disabilitas agar kiranya mendapatkan akses sesuai dengan keahlian saya ini," ucapnya saat ditemui di rumahnya, Rabu (23/1).

Meski mengalami cacat fisik kelumpuhan, ia bersikeras ingin sekali meraih mimpinya yang mulia itu menjadi seorang arsitek dan juga ingin sekali melanjutkan pendidikannya lebih tinggi lagi menjadi seorang sarjana. Untuk mengisi luang hari-harinya di rumah, Aziz manyalurkan bakatnya itu dengan membuat disain bangunan mulai dari rumah, gedung bertingkat apartemen dan perkantoran.

Meski dikerjakan dengan cara manual menggunakan alat seadanya seperti pensil, pena dan kertas, namun hasil karya tangan Aziz ini tidak diragukan lagi laiknya aresitek profesional. Tidak hanya itu saja, bahkan Aziz pun mahir membuat aneka miniatur bangunan hotel inklusi dan gedung ramah disabilitas yang dibuatnya dari bahan bambu, kardus bekas dan tali plastik.

"Kalau impian saya menjadi arskitek ini tercapai, saya juga memiliki cita-cita ingin sekali membangun sebuah panti sosial untuk memberdayakan penyandang disabilitas yang tidak mengenyam bangku sekolah agar mereka juga bisa berkarya dan panti sosial ini juga untuk para tunawisma,"jelasnya.

Dikatakannya, ia menjadi yatim saat awal ia masuk sekolah tingkat SMA, ayahnya meninggal dunia saat bekerja menjadi TKI di Negara Jiran Malaysia tahun 2014 silam karena mengalami kecelakaan kerja di sebuah proyek. Saat ini ia tinggal bersama ibu dan adik perempuannya yang masih duduk dibangku sekolah kelas 2 SD.

"Ayah meninggal dunia, saat saya masuk SMA dan adik saya masih berusia 1,5 bulan. Tapi jenazah ayah dimakamkan di daerah Batam di tempat kerabatnya. Saat ayah meninggal saya dan ibu tidak bisa melihat kesana (Batam), karena tidak punya biaya jadi hanya dapat kabarnya saja,"ungkapnya.

Aziz mengatakan, keseharian ibunya bekerja sebagai tukang jahit biasa di rumah yang mengandalkan pesenan baju dari para tetangga, dari situlah ibu mencukupi kebutuhan sehari-hari dan biaya untuk adik sekolah. Itu pun jika ada pesanan, jika tidak ada pesanan ibu bekerja jadi buruh di kebun sawit.

"Keinginan dan cita-cita saya lainnya, ingin membahagiaan ibu dan adik meskipun saya penyandang disabilitas paraplegi atau kelumpuhan dan inilah saya penyandang disabilitas yang ingin menggapai mimpi ngin menjadi seorang arsitek," tambahnya.

Cacat fisik bukan halangan bagi orang ini untuk bersinar dan berkarya. Kekurangan yang dimiliki malah membuatnya untuk terus berkarya dan menggapai cita-citanya menjadi seorang arsitek profesional dan handal.