Jakarta (ANTARA Lampung) - BPJS Kesehatan dilaporkan mengalami defisit yang meningkat hingga mencapai Rp9 triliun yang dikhawatirkan bisa mengganggu pelayanan kesehatan dan operasional rumah sakit.
Operasinal rumah sakit, terutama rumah sakit swasta, akan terganggu jika klaim mereka tidak segera dibayarkan BPJS Kesehatan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus siap menghadapi tantangan terkait pelayanan kepada masyarakat, termasuk mengalami defisit.
"Sebagai jenis asuransi yang baru mulai beberapa tahun, dia harus menghadapi segala macam tantangan," ujar Suahasil di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan dalam menghadapi segala jenis tantangan tersebut maka BPJS Kesehatan harus menyiapkan antisipasi agar tidak terjadi persoalan yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan pada arus kas.
Ia menyebutkan antisipasi tersebut diantaranya dengan mempunyai kemampuan untuk me-'manage' para peserta BPJS Kesehatan yang saat ini tercatat memiliki karakteristik keanggotaan yang berbeda-beda.
"Untuk 'member' PBI (penerima bantuan iuran) yang dibiayai negara, karateristiknya beda dengan yang membayar (iuran) sendiri atau yang didaftarkan pemda, serta jenis yang 'co sharing' dengan pengusaha atau pemberi kerja," jelasnya.
Untuk itu, ia mengharapkan BPJS Kesehatan mampu mengelola pembiayaan dengan lebih optimal agar tidak hanya sekedar meminta tambahan dana untuk menutup defisit yang diproyeksikan mencapai Rp9 triliun.
"Ini berarti BPJS harus kerja lebih keras lagi dalam mempertahankan 'member' dan mengumpulkan 'revenue' dari 'member' tersebut. Jadi ada pagar sehingga dia 'sustain'," ujar Suahasil.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat mengusulkan untuk menaikkan premi keanggotaan BPJS Kesehatan dengan memperhitungkan tingkat inflasi saat ini.
Selain itu, layanan BPJS Kesehatan juga diusulkan untuk didesentralisasikan ke pemerintah daerah guna mengurangi beban pemerintah pusat.
Usulan lainnya adalah dengan menambal defisit tersebut dalam waktu dekat melalui Dana Bagi Hasil dari penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp5 triliun.
ANTARA