Jakarta (Antara) - Tradisi Lebaran berupa kegiatan kembali ke kampung halaman atau mudik makin masif dan makin meningkatkan aliran uang dari kota-kota di Indonesia dan luar negeri ke daerah-daerah tujuan mudik.
Rutinitas tahunan itu diharapkan mampu menggerakkan perekonomian di daerah tujuan mudik. Peluang usaha dan penciptaan lapangan kerja di daerah tercipta sehingga masyarakat tidak berbondong-bondong ke kota setelah Lebaran usai.
Harapan itu bisa menjadi keniscayaan mengingat besarnya dana yang mengalir meninggalkan kota besar. Menurut Bank Indonesia (BI), besarnya lebih dari Rp115 triliun.
Besarnya dana yang mengalir itu diharapkan bisa meningkatkan peredaran uang di daerah-daerah tujuan mudik. Selama ini perputaran uang terbesar hanya di kota-kota khususnya DKI Jakarta.
Uang akan berputar di suatu daerah jika di daerah itu ada kegiatan produksi. Kegiatan ini bakal berlangsung jika dana yang masuk ke daerah itu digunakan untuk membangun dan mengembangkan kegiatan produksi.
Artinya, uang tersebut digunakan untuk investasi dan tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Masalahnya barang-barang konsumtif itu biasanya dipasok dari kota-kota besar sehingga uang yang ke daerah hanya sekedar "numpang lewat".
Usaha kecil dan menengah, pertanian, perkebunan, serta industri kreatif antara lain sektor-sektor yang bisa dijadikan tujuan investasi yang mampu menyerap tenaga kerja.
Berkaitan dengan itu, pemerintah pusat dan daerah serta sejumlah institusi seperti perbankan, harus bersinergi agar perekonomian di daerah itu bergerak dan tumbuh.
Pemerintah menyediakan kebutuhan seperti infrastruktur, sementara perbankan membantu dengan menyediakan pembiayaan yang murah.
Rp115 triliun
Pada Lebaran 2014 ini, meski terjadi perlambatan ekonomi, menurut BI, kebutuhan uang tunai masyarakat pada saat puasa Ramadhan dan Lebaran lebih dari Rp115 triliun atau naik 14,9 persen. Tahun lalu hanya sebesar Rp103,2 triliun.
Per April tahun ini, jumlah uang beredar di masyarakat tercatat Rp886,6 triliun. Perputaran uang selama Lebaran kira-kira sebesar 13,4 persen dari jumlah uang beredar itu.
Dari jumlah uang beredar selama Lebaran itu bisa dipastikan sebagian mengalir ke daerah-daerah tujuan mudik. Belum ada angka pastinya, namun diperkirakan cukup besar jika digunakan untuk menggerakkan perekonomian di daerah tersebut.
Berdasarkan data BI, distribusi uang tunai selama Lebaran itu mengalir paling deras ke wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan sisanya ke daerah.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI, Lambok Antonius Siahaan, mengungkapkan, mayoritas uang untuk kebutuhan Lebaran tahun ini dialirkan ke Jabodetabek. Sebanyak 30,6 persen uang kebutuhan Lebaran ini akan didistribusikan ke Jabodetabek.
Distribusi uang tersebut sudah dilakukan sejak Mei lalu. Adapun secara keseluruhan bank sentral telah menyiapkan uang untuk periode Ramadan dan Idul Fitri 2014 sebesesar Rp118,5 triliun.
Distribusi uang dengan porsi terbesar kedua adalah Jawa Tengah 11,7 persen dan diikuti oleh Jawa Timur 11,4 persen. Berikutnya adalah Sumatera Barat, Kepulauan Riau dan Jambi sebesar 8,2 persen, dan diikuti oleh Jawa Barat serta Banten sebesar 7,8 persen. Sementara sebanyak 7,7 persen dari total uang kebutuhan lebaran didistribusikan di Kalimantan serta Sulawesi, Maluku dan Papua.
Adapun sebanyak 5,8 persen dari total uang kebutuhan Lebaran didistribusikan untuk wilayah Sumatera Utara dan Aceh. Sementara 3,7 persen lainnya didistribusikan untuk daerah Bali dan Nusa Tenggara.
Lambok mengatakan estimasi kebutuhan Lebaran ini diperoleh BI dari perbankan. Distribusi uang ini didistribusikan melalui kantor pusat, kantor perwakilan dan juga bekerja sama dengan perbankan umum maupun Bank Perkreditan Rakyat.
Sedangkan Deputi Direktur Pengedaran Uang BI, Yopie Alimudin mengungkapkan jika pada 23 Juli, sebelum Ramadhan, jumlah uang yang diedarkan di neraca BI tercatat Rp241,9 triliun. Namun, posisi per 14 September, jumlahnya diperkirakan sudah meningkat menjadi Rp272,1 triliun.
Jumlah ini, jauh lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang meningkat Rp21,1 triliun. Artinya, menurut dia, ada ekspansi uang beredar selama Ramadhan dan Lebaran.
Dari total tambahan uang beredar Rp30,2 triliun tersebut, menurut Yopie, biasanya yang beredar di Jakarta hanya 20 persen atau sekitar Rp6 triliun. Artinya, sebanyak Rp24 triliun, uang mengalir dari bank sentral pusat ke daerah-daerah, baik di kota hingga ke desa-desa pelosok.
Menurut dia, lonjakan ini terjadi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang melonjak tajam selama Ramadhan dan Lebaran. Misalnya, untuk membayar THR, transportasi mudik, belanja kebutuhan pokok, pakaian, berbagi rezeki dengan saudara di kampung, zakat, infak dan sedekah.
Menurut riset KDB Daewoo Securities seperti yang dilaporkan media di Jakarta, jumlah uang beredar yang meningkat pada momen seperti ini menjadi hal yang wajar.
Berkaitan dengan itu disebutkan sejumlah sektor yang terpengaruh dari momen hari raya ini di antaranya sektor perbankan. Sektor perbankan mengalami peningkatan penyaluran kredit, namun pertumbuhan simpanan masyarakat pada bulan menjelang Lebaran akan melambat.
Kedua sektor otomotif dan multifinance. Penjualan mobil baru dan bekas khususnya MPV akan meningkat, dan sebagian besar pembelian dengan cara kredit. Ketiga sektor konsumer dan ritel seperti makanan dan minuman.
Memang belum ada data berapa besar dari tambahan dana di daerah itu yang diinvestasikan untuk sektor produktif.
Kalau memang harapan agar perekonomian daerah bergerak maka pemerintah, baik pusat maupun daerah harus berupaya menciptakan iklim yang kondusif agar uang tidak hanya "numpang lewat".
Perekonomian di daerah yang bergerak tumbuh bakal makin menciptakan pemerataan pendapatan. Kesejahteraan pun makin tersebar, tidak hanya di kota besar.
Perekonomian Daerah Harusnya Tumbuh Usai Lebaran
Usaha kecil dan menengah, pertanian, perkebunan, serta industri kreatif antara lain sektor-sektor yang bisa dijadikan tujuan investasi yang mampu menyerap tenaga kerja."