Konflik Gajah dan Manusia Dipicu Pola Tanam

id gajah

Konflik Gajah dan Manusia Dipicu Pola Tanam

Pawang gajah, Alfian, memegang gajah jinak di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Selasa. Ia telah bergelut selama 20 tahun untuk menjinakkan gajah liar. (FOTO ANTARA/Eny Musliha)

Sukadana (ANTARA LAMPUNG) - Perubahan pola tanam petani di daerah penyangga taman nasional Way Kambas dapat mencegah terjadinya konflik antara gajah dengan manusia.
        
"Sebagian besar petani menanam tanaman yang semusim yang disukai oleh kawanan gajah sehingga tidak mustahil selalu menjadi sasaran kawanan gajah liar," kata Kabag Humas dan kerja sama TNWK Sukatmoko di Sukadana, Lampung Timur, Minggu.
        
Ia menjelaskan, petani di daerah penyangga masih mengandalkan tanaman semusim untuk meningkatkan pendapatan seperti jagung, padi, umbi-umbian, sayuran, dengan luas mencapai ribuan hektare karena berada di enam kecamatan penyangga.
        
Sebenarnya, katanya, selama ini hal ini menjadi salah satu pemicu konflik karena di hutan kawanan gajah harus mencari makan, sementara di lahan pertanian penduduk tersedia komoditas yang bisa mereka konsumsi dalam jumlah besar.
        
"Kawanan gajah yang sudah terbiasa dengan makanan enak tersebut akan kembali secara terus-menerus meskipun selalu dihalau untuk kembali ke hutan," jelasnya.
        
Oleh karena itu, katanya, salah satu pencegahnya adalah petani lebih baik menanam tanaman yang tidak disukai oleh kawanan gajah sehingga konflik gajah dengan manusia dapat diminimalisasi.
         
Berdasarkan data luas TNWK mencapai 125.621,3 hektare meliputi  enam kecamatan penyangga yakni Kecamatan Waybungur, Brajaselebah, Sukadana, Labuhanratu, Wayjepara dan Purbolinggo. (ant)