Putusan PN Blambangan Umpu dinilai salah tentukan lokasi terkait sengketa tanah 320 Ha PTPN VII Bungamayang

id lahan, ptp vii, sengketa lahan, spln vii

Putusan PN Blambangan Umpu dinilai salah tentukan lokasi terkait sengketa tanah 320 Ha PTPN VII Bungamayang

Kegiatan konstatering di Kantor Kampung Kaliawi (ANTARA/HO)

Lampung Utara (ANTARA) -
Suasana kegiatan konstatering (pencocokan) lahan objek perkara seluas 320 Ha berlangsung tidak kondusif. 

Ratusan karyawan yang tergabung sebagai pengurus dan anggota Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara VII (SPPN VII) hadir di lapangan membantu mengamankan aset lahan milik PTPN VII yang tercatat sebagai aset negara, pada Kamis (23/11/2023). 

Rombongan Panitera Pengadilan Negeri Blambangan Umpu yang dipimpin oleh Muhammad Arief tampak datang dengan dikawal puluhan personel polisi dalam kendali Kompol Jono selaku Kabag Ops.

Sehari sebelumnya pada Rabu 22 November 2023 SPPN VII juga menggelar aksi damai di Kantor Pengadilan Negeri Blambangan Umpu, dengan aspirasi menolak pelaksanaan konstatering terhadap lahan seluas 320 Ha Kebun Bungamayang. Bukan tanpa sebab karena objek lahan tersebut sampai dengan saat ini masih dalam proses Peninjauan Kembali (PK) yang telah didaftarkan oleh PTPN III (Persero) selaku Pemegang Saham pada tanggal 21 November 2023, selain sampai dengan saat ini Menteri BUMN juga belum pernah memberikan persetujuan pelepasan aset lahan dimaksud. Sehingga SPPN VII tergerak untuk mengamankan aset lahan 320 Ha dimaksud yang merupakan tempat Anggota SPPN VII mencari nafkah.

“Lokasi yang dimaksud sebagaimana surat undangan dari Pengadilan Negeri Blambangan Umpu adalah lahan seluas 320 ha yang terletak di Kampung Kaliawi Kecamatan Negeri Besar. Namun kita semua lihat di lokasi 320 Ha kebun Bungamayang sama sekali tidak terletak atau berbatasan langsung dengan Kampung Kaliawi. Bahkan jarak batas Kampung Kaliawi adalah 19,5 Km dari Kebun Bungamayang dengan melewati 3 Kampung lainnya”, terang Bambang Hartawan, Sekretaris Perusahaan PTPN VII yang ikut menyaksikan kegiatan konstatering, dalam keteranganya, Selasa.

Pada saat pelaksanaan kegiatan konstatering, faktanya rombongan Panitera Pengadilan, PTPN VII, PT BMM dan Pengamanan Polres Way Kanan juga datang ke Kantor Kampung Kaliawi, harus terlebih dahulu menempuh perjalanan 19,5 Km dari lokasi lahan 320 Ha yang menjadi objek perkara. 

Bahkan berdasarkan keadaan di lapangan harus melewati batas Kampung Negara Jaya, Kampung Tiuh Baru, Kampung Kaliawi Indah, barulah dapat terlihat Gapura Kampung Kaliawi yang dipimpin oleh Muhsin selaku Kepala Kampung.

“Hasil konstatering ini yang disaksikan oleh para pihak, letak tanah 320 Ha yang terdapat pada amar putusan berbeda dengan letak tanah yang terdapat pada realisasi di lapangan yang tidak terletak maupun berbatasan langsung dengan Kampung Kaliawi. Seharusnya Panitera Pengadilan Negeri Blambangan Umpu mencocokan Peta Administrasi Wilayah Kampung Kaliawi sebagaimana dapat terlihat pada website resmi https://kaliawi.waykanan.web.id “, tambah Bambang.

Muhsin selaku Kepala Kampung Kaliawi tidak menampik kebenaran pada saat diperlihatkan tampilan laman website https://kaliawi.waykanan.web.id adalah benar website resmi Kampung Kaliawi.

 “Terus terang saya tidak dapat menunjukkan peta administrasi wilayah kampung yang di dalamnya terdapat areal 320 Ha yang dipermasalahkan, karena saya juga baru 4 bulan menjabat sebagai Kepala Kampung Kaliawi”, jelas Muhsin saat memberi penjelasan di Kantor Kampung Kaliawi.


“Kami berharap Panitera Pengadilan Negeri Blambangan Umpu dapat bertindak objektif terhadap hasil kontatering (pencocokan) lahan aset negara yang menjadi objek perkara ternyata keadaan di lapangan berbeda dengan yang ada di amar putusan, khususnya terkait lahan yang tidak terletak dan berbatasan langsung dengan Kampung Kaliawi, sehingga dilakukan penangguhan eksekusi sebagaimana ketentuan Pedoman Eksekusi Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI”, ungkap Satrya Adhitama, Tim Kuasa Hukum PTPN VII.

Berdasarkan penelusuran arsip pemerintahan, diperoleh fakta terkait batas-batas Kampung Kaliawi telah diatur berdasarkan Keputusan Kepala Daerah Tingkat II Lampung Utara Nomor: 100/146/B.721/BG.I/HK/1989 tanggal 13 November 1989 ditandatangani oleh Djuhfri AH. 

Adam selaku Bupati Kepala Daerah Tingkat II Lampung Utara yang di dalamnya terdapat peta sketsa batas kampung, tidak menunjukan bahwa lahan 320 Ha kebun tebu Bungamayang masuk ke wilayah administrasi Kampung Kaliawi.

Sanggahan PTPN VII terhadap hasil konstatering diketahui dalam sengketa lahan Kebun Bungamayang, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Blambangan Umpu mengabulkan gugatan rekonvensi PT BMM dan memerintahkan PTPN VII untuk menyerahkan lahan seluas 320 Ha dan 461 Ha yang dalam amar putusan tertulis terletak di Kampung Kaliawi, Kecamatan Negeri Besar Kabupaten Way Kanan.

Belakangan diketahui berdasarkan hasil konstatering bahwa sesungguhnya kedua lahan tersebut sama tidak terletak dan berbatasan dengan Kampung Kaliawi.

“Untuk lahan 461 ha juga tidak terletak di Kampung Kaliawi, Kecamatan Negeri Besar, melainkan secara administratif masuk dalam wilayah Desa Negara Tulang Bawang Kecamatan Bungamayang Kabupaten Way Kanan dengan bukti batas alam Way Papan Balak dan patok batas antara Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Way Kanan. Sehingga tidak masuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Blambangan Umpu”, urai Bambang mewakili PTPN VII.

Secara yuridis Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2019 tentang Batas Daerah antara Kabupaten Lampung Utara dengan Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung, mempertegas bahwa lokasi lahan 461 ha kebun Bungamayang yang menjadi objek perkara tidak terletak di Kabupaten Way Kanan.

“Terhadap lahan objek perkara, Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang BPN RI telah menerbitkan Peta Tematik Nomor 6 Tahun 2021, didalamnya terlihat bahwa lahan 320 Ha tidak terletak dan berbatasan dengan Kampung Kaliawi dan lahan 461 Ha tidak terletak di Kabupaten Lampung Utara, bukan Kabupaten Way Kanan sebagaimana amar putusan”, tambah Bambang menegaskan.

Lebih lanjut Peta Bidang Tanah (PBT) Nomor 6 Tahun 2014 yang dijadikan dasar pelaksanaan konstatering oleh Panitera Pengadilan Negeri Blambangan Umpu sudah tidak berlaku lagi, sebagaimana Petunjuk Teknis Kementerian ATR/ BPN Nomor: 1233/16.1-300/III/2014 tanggal 26 Maret 2014, yang mengatur masa berlaku PBT adalah 5 tahun. Sehingga diragukan validitas isi yang tertulis di dalamnya tidak relevan dengan kondisi di lapangan.

“Salah satu poin keberatan terhadap pelaksanaan konstatering lahan seluas 320 ha tidak dilakukan secara kadasteral melibatkan pihak BPN. Panitera Pengadilan Negeri Blambangan Umpu terkesan hanya sambil lalu menunjukan batas bidang tanah yang sedemikian luasnya, tanpa didampingi Instansi yang berwenang di Bidang Pertanahan”, ungkap Bambang saat dijumpai di lapangan.

Pelaksanaan konstatering yang tidak dilakukan secara kadasteral oleh BPN bertentangan dengan Pasal 93 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 yang mengatur bahwa sebelum pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, panitera pengadilan wajib mengajukan permohonan pengukuran pada Kantor Pertanahan atas objek eksekusi yang ditunjukkan oleh juru sita dan bertanggungjawab atas letak dan batas tanah objek eksekusi yang ditunjukkannya.

"Selanjutnya kami akan mengeskalasi permasalahan ini sampai ke pemegang saham di Jakarta dalam upaya mempertahankan aset lahannya selaras dengan rekomendasi BPK RI, serta bersama SPPN VII melaporkannya kepada Menkopolhukam dan Kejaksaan karena disinyalir terdapat keterlibatan mafia tanah yang mengakibatkan hilangnya aset tanah negara," pungkas Bambang.