Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menegaskan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terkait tindak pidana korupsi masih dibutuhkan.
"Menurut kami masih dibutuhkan karena aparat penegak hukum itu tak boleh membiarkan terjadi kejahatan. Aneh itu kalau ada aparat melihat kejahatan tetapi didiamkan," kata Syarif, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (3/9).
Menurut dia, KPK sebagai lembaga penegak hukum juga tak akan membiarkan kejahatan korupsi terjadi, sehingga OTT masih dibutuhkan.
"KPK juga demikian kalau kami mendapatkan "incident of crime" terjadi tindak pidana karena KPK kaitannya korupsi terus kami diam saja tidak usah tangkap, ya itu namanya membiarkan kejahatan terjadi, tidak boleh itu. Jadi tetap dibutuhkan," ujar Syarif.
Lebih lanjut, Syarif pun menyinggung soal pernyataan dari "Independent Commission Against Corruption" (ICAC/Lembaga Antikorupsi Hong Kong) yang menyebut bahwa pencegahan yang paling efektif adalah penindakan yang konsisten.
"Terus terang ICAC Hong Kong ini salah satu gurunya KPK. Mereka bilang pencegahan yang paling efektif adalah penindakan yang konsisten, "the most effective prevention is consistent presecution," kata Syarif lagi.
Ia juga mengatakan pada kepemimpinan KPK periode saat ini harus ada keseimbangan antara pencegahan maupun penindakan korupsi.
"Karena memang tujuan hukum salah satunya adanya penjeraan, tetapi bukan berarti pencegahan tak kami kerjakan. Jadi, kami dari kepemimpinan sekarang pencegahan dan penindakan keseimbangannya harus sama," ujar Syarif.
Sebelumnyan, Calon Pimpinan KPK Roby Arya Brata menyebutkan bahwa visi KPK yang menginginkan Indonesia bebas dari korupsi keliru.
"Ada kekeliruan visi KPK, dia mengatakan visinya kan Indonesia bebas dari korupsi. Saya kira itu keliru, nanti kalau saya di dalam akan saya ubah. Visi KPK adalah mewujudkan pemerintahan yang efektif dengan cara mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi," kata Roby, di Gedung Sekretariat Negara Jakarta, Kamis (29/8).
Roby menyampaikan hal itu saat mengikuti uji publik seleksi Calon Pimpinan (Capim) KPK 2019-2023 pada 27-29 Agustus 2019. Uji publik itu diikuti 20 capim, sehingga per hari Pansel Capim KPK melakukan wawancara terhadap tujuh capim yang dilakukan secara bergantian selama satu jam.
"Dengan visi yang keliru akhirnya penyidiknya nangkapi orang. Targetnya adalah sebanyak-banyaknya OTT," katanya pula.
KPK merasa kinerjanya baik kalau sebanyak mungkin OTT. "Padahal yang terjadi adalah temen saya banyak di daerah, pada ketakutan. Ini keliru sekali," katanya lagi.
"KPK dimana-mana yang maju fokusnya pencegahan, Australia pencegahan. Singapura pencegahan," kata Roby.