Praktisi pendidikan urai penyebab "learning loss" dan kiat menyiasatinya

id learning loss,study from home,school from home,parenting,belajar daring

Praktisi pendidikan urai penyebab "learning loss" dan kiat menyiasatinya

Ilustrasi anak belajar di rumah. (Pexels)

Learning loss tidak sepenuhnya terjadi karena pembelajaran jarak jauh atau karena tidak adanya pembelajaran tatap muka
Jakarta (ANTARA) - Pemerhati dan Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji membagikan sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya learning loss kepada anak, terutama yang kini harus belajar dari rumah karena adanya pandemi COVID-19.

Learning loss adalah istilah yang mengacu pada hilangnya pengetahuan dan keterampilan baik secara umum atau spesifik, atau terjadinya kemunduran proses akademik karena suatu kondisi tertentu, katanya dikutip dari keterangan pers, Minggu.

Kondisi tersebut, antara lain adalah periode libur panjang pada kalender akademik, peristiwa putus sekolah yang dialami peserta didik karena kemiskinan, hingga ditutupnya sekolah tatap muka sebagai akibat dari pandemi yang mengharuskan siswa melakukan pembelajaran jarak jauh.

Indra menuturkan bahwa kondisi learning loss tidak sepenuhnya terjadi karena pembelajaran jarak jauh atau karena tidak adanya pembelajaran tatap muka. Learning loss justru seringkali diakibatkan karena cara mengajar yang hanya dipindahkan dari dalam kelas dan diadopsi sepenuhnya ke pembelajaran online.

Di situasi ini, guru mendistribusikan informasi dan komunikasi hanya satu arah, yang kemudian menyebabkan siswa cepat merasa bosan dan tidak semangat belajar.

Ada pun kiat-kiat yang dibagikan Indra kepada para tenaga pengajar untuk menghindari learning loss pada siswa.

"Pertama, pendidik harus mempunyai growth mindset yakni pemikiran yang bertumbuh dan berkembang sesuai keberlangsungan zaman. Sebagai contoh, pembelajaran daring yang dilakukan saat pandemi ini justru mempercepat pendidik dan siswa dalam menghadapi era digital yang perkembangannya kian cepat dari waktu ke waktu," kata Indra.

Kedua, pendidik juga perlu memahami Socio-Technical Knowledge Management pada era digital yang terdiri dari Infokultur, Infostrukur dan Infrastuktur.

Infokultur merupakan transfer informasi di era digital, salah satunya yang dikenal dengan istilah blended learning yakni perpaduan antara manusia dengan teknologi.

Infostruktur berkaitan dengan hal-hal identitas lembaga di dunia maya, seperti alamat situs, akun-akun sivitas yang berhubungan dengan nama domain lembaga. Institusi pendidikan harus mempunyai domain khusus misal sch.id atau ac.id untuk penyediaan e-mail guru dan siswa agar proses transfer informasi tidak akan tercampur dengan urusan pribadi.

Selain domain, lembaga pendidikan juga perlu menyiapkan aplikasi-aplikasi yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran.

Sementara, infrastruktur terkait dengan tentang sarana dan prasarana, gawai, listrik hingga internet yang merupakan aspek terpenting untuk mendukung keberlangsungan pendidikan era digital.

Terakhir, pendidik mulai menerapkan kelas modern (Flipped Classroom), yang menggabungkan aspek asynchronous dan synchronous secara efektif. Pada tahap asynchronous siswa mempelajari materi secara individu di luar kelas baik daring maupun luring.

"Pemanfaatan aplikasi Learning Management System (LMS) menjadi standar dalam pola ini. Lalu di tahap synchronous, pertemuan di dalam kelas baik secara daring maupun luring digunakan untuk aktivitas kolaborasi aktif dari masing-masing siswa yang mendorong penalaran tingkat tinggi atau HOTS (Higher Order Thinking Skills) dengan cara project based learning, antara lain melalui presentasi, diskusi, bedah kasus, atau debat," kata Indra.
Baca juga: Suka duka belajar daring saat pandemi COVID-19
Baca juga: Belajar via daring berpotensi munculkan stres pada anak, benarkah?