Masril Koto: Keterbatasan Pendidikan Bukan Penghalang

id masrilkoto

Masril Koto: Keterbatasan Pendidikan Bukan Penghalang

Masril Koto yang tak lulus SD tapi menjadi narasumber tentang lembaga ekonomi bagi petani. (FOTO: ANTARA LAMPUNG/Budisantoso Budiman)

Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Masril Koto, kendati tak lulus sekolah dasar (SD) namun kini bisa berdiri sejajar dengan para pengusaha dan tokoh dari berbagai daerah.

Dia bahkan bisa berkeliling Indonesia dan menjelajah ke sejumlah negara, termasuk untuk menjadi narasumber para pihak yang perlu menggali ilmu dan pengalaman praktis darinya.

Pendiri Bank Petani dalam bentuk Lembaga Keuangan Mikro Agrobisnis (LKMA) Prima Tani di Nagari Koto Tinggi, Baso, Agam, Sumatera Barat itu, mengaku berupaya selalu belajar, dengan banyak membaca buku dan menggali berbagai pengetahuan penting darinya.
 
"Saya juga tak lupa belajar secara langsung dari lingkungan, belajar dari kehidupan masyarakat sekitar. Itulah ilmu yang tak ada habisnya," ujar dia lagi.

Saat hadir menjadi salah satu narasumber dalam Seminar Nasional Kesiapan Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung di Auditorium Perpustakaan Universitas Lampung, Sabtu (23/8), Masril dengan mengenakan topi koboinya, mengaku tak bisa banyak berbicara secara ilmiah kepada peserta seminar dari kalangan pengusaha, dosen dan mahasiswa, praktisi dan birokrat itu.

"Bicara saya ya seperti ini, apa adanya saja, karena memang saya tidak berpendidikan tinggi. Lulus SD pun tidak," ujarnya lagi.

Dia bersama beberapa petani lainnya merintis lembaga keuangan bagi petani sejak tahun 2002, namun setelah empat tahun kemudian (2006) baru resmi didirikan setelah mereka mendapatkan pelatihan keuangan dalam bentuk akuntansi sederhana dari Yayasan Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA), Padang.

Sistem bank yang didirikannya itu diadopsi oleh pemerintah dan menjadi cikal bakal Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) nasional yang dijalankan Kementerian Pertanian hingga saat ini.

Masril pun berani mengeritik para mahasiswa dan kalangan kampus yang sepertinya enggan belajar dari masyarakat. Padahal ilmu dari lingkungan kehidupan adalah buku dan pengetahuan yang tak terbatas isinya.

"Mahasiswa sekarang lebih banyak mengandalkan kemampuan menulis dengan cangkul kecil atau pena, termasuk mahasiswa Fakultas Pertanian sudah enggan untuk dapat menerapkan ilmunya dengan menulis menggunakan cangkul yang sebenarnya," katanya pula.

Padahal menurut dia, dengan ilmu yang dimiliki seharusnya dapat lebih aplikatif dan memajukan pembangunan di Indonesia.

Dia pun mengajak semua pihak, termasuk petani dan pelaku dunia usaha di Indonesia untuk benar-benar menyiapkan diri menghadapi pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) pada Desember 2015.

Para pelaku usaha kecil dan menengah, apalagi besar, di sejumlah negara anggota ASEAN lainnya, menurut dia, relatif lebih siap dibandingkan di Indonesia.

Karena itu, pemerintah harus mendorong agar dunia usaha di Indonesia dapat segera menyiapkan diri dan mengejar ketertinggalan itu, agar jangan sampai menjadi tersisihkan saat penetapan era pasar tunggal ASEAN benar-benar berjalan.