Bandarlampung (ANTARA) - Penasihat hukum terdakwa Daniel Sandjaja dalam sidang tindak pidana korupsi menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandarlampung tidak terperinci terkait aliran dana sebesar Rp19,8 miliar lebih dalam perkara dugaan korupsi pengadaan pipa air PDAM Way Rilau, Bandarlampung.
"Setelah kami baca dan amati dakwaan jaksa ini tidak jelas. Ada keterangan bahwa kerugian Rp19,8 miliar lebih namun tidak dirinci apakah ke terdakwa saja atau ke terdakwa lainnya juga," kata penasihat hukum terdakwa, Heri Hidayat usai mengajukan eksepsi atas dakwaan dari jaksa, Selasa.
Ia melanjutkan, selain menyoalkan terkait kerugian tersebut, dalam eksepsinya, ia juga menyoalkan terkait penghitungan kerugian yang dikeluarkan oleh akuntan publik swasta atas permintaan kejaksaan, bukan justru dikeluarkan oleh lembaga negara dalam hal ini Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
"Justru ini kami pertanyakan kredibilitas mana penghitungan dari swasta atau negara itu sendiri. Masa instansi kejaksaan tidak percaya dengan lembaga negara sendiri," kata dia.
Terkait dakwaan jaksa, Heri juga menilai penetapan jaksa dalam dakwaan bahwa terdakwa Daniel Sandjaja selaku owner pada PT Kartika Ekayasa sangat keliru. Menurut dia terdakwa tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan PT Kartika Ekayasa.
"Berdasarkan Undang-undang perseroan terbatas bahwa owner itu pemilik. Untuk pemilik itu sendiri berdasarkan Undang-undang ada tiga kategori yakni pemegang saham, menjabat sebagai direksi, dan menjabat sebagai komisaris. Jadi terdakwa ini tiga-tiganya ini tidak ada. Itu yang kami masukan dalam eksepsi," katanya.
Terdakwa Daniel Sandjaja bukan satu-satunya pelaku dugaan korupsi pengadaan pipa PDAM Way Rilau Bandarlampung. Perkara korupsi tersebut melibatkan lima orang terdakwa diantaranya tiga terdakwa tidak mengajukan eksepsi dan dua terdakwa mengajukan eksepsi termasuk terdakwa Suparji selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PDAM Way Rilau.
Kejaksaan sendiri berdasarkan penghitungan akuntan publik dalam perkara tersebut telah menetapkan kerugian sebesar Rp19,8 miliar. Kegiatan pengerjaan pipa PDAM Way Rilau itu sendiri berlangsung sejak tahun 2019.
Atas perbuatan para terdakwa tersebut, jaksa mendakwa kelimanya dengan Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 UU No31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No20 tahun 2001 tentang perubahan UU No31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kemudian Subsidair Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU No31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No20 tahun 2001 tentang perubahan UU No31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Baca juga: PDAM Way Rilau kooperatif terkait kasus SPAM Bandarlampung
Baca juga: Kejaksaan lakukan penyidikan dugaan Tipikor di PDAM Wayrilau Bandarlampung
Baca juga: PDAM Wayrilau: Tiga kecamatan sudah nikmati air SPAM Bandarlampung