Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) mengimbau adanya koordinasi antarlembaga maupun kementerian terkait untuk menyelamatkan industri singkong di Provinsi Lampung.
Ketua Umum MSI Arifin Lambaga menyatakan polemik petani singkong dan pabrik tapioka sejak awal Desember 2024 di Provinsi Lampung masih berlanjut.
Setelah beberapa kali aksi protes ribuan petani di Lampung karena harga singkong anjlok, kini giliran pabrik tapioka yang berhenti beroperasi.
"Kondisi ini harus segera diatasi dengan sejumlah terobosan, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
MSI, katanya lagi, mengapresiasi perjuangan ribuan petani Lampung, namun juga memaklumi kondisi yang dihadapi industri pengolahan singkong.
Padahal, olahan singkong, terutama tapioka, banyak dibutuhkan untuk pangan dan industri yang seharusnya bisa menghidupi (menyejahterakan) semua pihak dari hulu hingga hilir.
Untuk itu, Arifin berharap ada solusi komprehensif, menyusul polemik jatuhnya harga singkong di tingkat petani.
Di sisi lain, sejumlah pabrik pun jangan menghentikan operasi karena kesulitan menaikkan harga singkong.
"Lampung merupakan sentra singkong terbesar di Indonesia dengan pengolahan yang sudah berjalan lama. Ini yang harus diselamatkan dengan koordinasi dari berbagai pihak di pusat dan daerah dengan melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga terkait," kata Arifin pula.
Provinsi Lampung merupakan sentra produksi singkong utama. Pada 2022 Lampung menghasilkan 6,7 juta ton umbi singkong segar atau sekitar 40 persen dari total produksi singkong nasional.
Sekitar 90 persen dari produksi singkong di Lampung diserap industri tapioka yang menghasilkan devisa sekitar Rp10 triliun, belum termasuk hasil sampingan, seperti onggok, dan lain-lain.
"Sangat disayangkan jika potensi ini tidak terkelola dengan baik. Apalagi, produksi dan produktivitas singkong secara nasional terus menurun dalam 10 tahun terakhir," ujarnya.
Menurutnya lagi, upaya Pemerintah Provinsi Lampung dan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Lampung perlu diberi apresiasi.
Namun, tetap diperlukan koordinasi secara nasional, karena solusinya tidak bisa sebatas wilayah Lampung. Semua kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan harus terlibat aktif sesuai peran dan fungsinya masing-masing.
Sekjen MSI Heri Soba menambahkan, MSI mempunyai sejumlah usulan, baik jangka pendek dan jangka panjang, agar bisa mengatasi kisruh singkong secara menyeluruh, salah satunya adalah menjadikan singkong sebagai pangan strategis sebagaimana padi, jagung, kedelai, dan tanaman pangan lainnya.
Dia menjelaskan, selama tidak ada komitmen menjadikannya sebagai pangan strategis, maka sulit mengharapkan pengembangan secara komprehensif. Buktinya, semua kebijakan, program, dan sumber daya nasional lebih diprioritaskan untuk memenuhi ketersediaan pangan yang bukan dari singkong.
Sejak Desember 2024 lalu, ribuan petani dari berbagai wilayah di Lampung turun ke jalan melakukan aksi protes, karena jatuhnya harga singkong.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah II Lampung menengarai harga singkong anjlok karena impor tapioka yang masuk ke Indonesia, termasuk Lampung.
Pekan lalu, Jumat (24/1), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mempertanyakan impor tapioka yang dilakukan pabrik, sehingga menzalimi petani dalam negeri.
Mentan berjanji akan menindak tegas importir singkong yang lebih memilih produk singkong dari luar daripada petani.
Untuk itu, kata Heri Soba, MSI berharap berbagai respons tersebut segera ditindaklanjuti, agar polemik tidak berkepanjangan dan iklim usaha singkong semakin berkembang dengan baik.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MSI imbau koordinasi antarlembaga selamatkan industri singkong Lampung