Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga tersangka Rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani (KRM) menyusun aturan sepihak berupa pembatasan kuota mahasiswa baru.
KPK mendalami melalui pemeriksaan enam saksi di Gedung Polresta Bandarlampung, Jumat (30/9), dalam penyidikan kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru di Unila tahun 2022.
"Para saksi didalami pengetahuannya terkait dugaan adanya penyusunan aturan sepihak dari tersangka KRM berupa batasan kuota mahasiswa baru yang bisa diluluskan yang hanya wajib melalui persetujuan tersangka dan tanpa mengikutsertakan tim panitia seleksi mahasiswa baru," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, di Jakarta, Senin.
Enam saksi tersebut, yaitu Kepala Biro Akademik Unila Hero Satrian Arief, Wakil Ketua Penerimaan Mahasiswa Baru Unila 2022 Nandi Haerudin, Wakil Dekan Bagian Umum dan Keuangan FISIP Unila Arif Sugiono, Sekretaris Penerimaan Mahasiswa Baru Unila 2022 Hery Dian Septama, Koordinator Sekretariatan Penerimaan Mahasiswa Baru Unila 2022 Karyono, dan pegawai honorer Unila Destian.
Selain itu, KPK di tempat sama pada Jumat (30/9), juga telah memeriksa Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Fatah Sulaiman sebagai saksi dalam penyidikan kasus tersebut.
KPK mendalami pengetahuan saksi Fatah berkaitan dengan posisi saksi sebagai Ketua Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) Wilayah Barat dan koordinasi yang pernah dilakukan dengan tersangka KRM untuk persiapan proses seleksi mahasiswa baru Unila.
KPK telah menetapkan empat tersangka terdiri dari tiga orang selaku penerima suap, yakni KRM, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB). Sedangkan pemberi suap adalah pihak swasta Andi Desfiandi (AD).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan KRM yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024, memiliki wewenang terkait mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.
Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga KRM aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan HY, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat (Humas) Unila Budi Sutomo, dan MB untuk menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orangtua mahasiswa.
Apabila ingin dinyatakan lulus, maka calon mahasiswa dapat "dibantu" dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan ke pihak universitas.
Selain itu, KRM juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi HY, MB, dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orangtua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orangtua peserta seleksi yang ingin diluluskan.
Seluruh uang yang dikumpulkan KRM melalui Mualimin selaku dosen dari orangtua calon mahasiswa itu berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp575 juta.
KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Budi Sutomo dan MB yang berasal dari pihak orangtua calon mahasiswa yang diluluskan KRM atas perintah KRM.
Uang tersebut telah dialihkan dalam bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar.
KPK: Rektor Unila diduga susun aturan batasi kuota mahasiswa baru
Para saksi didalami pengetahuannya terkait dugaan adanya penyusunan aturan sepihak dari tersangka KRM berupa batasan kuota mahasiswa baru yang bisa diluluskan, katanya