Di Pesawat Air Force One (ANTARA/AFP) - Presiden AS Barack Obama dan mitranya dari Afghanistan, Hamid Karzai, mengukuhkan komitmen mereka Jumat bahwa pasukan AS akan meninggalkan Afghanistan pada akhir 2014, meski ada seruan-seruan bagi penarikan lebih cepat.
Kedua pemimpin tersebut berbicara melalui telefon Jumat dan menegaskan lagi bahwa mereka tetap akan melaksanakan jadwal yang telah disepakati "dimana pasukan Afghanistan akan menyelesaikan proses peralihan dan memikul tanggung jawab penuh atas keamanan di seluruh negara itu pada akhir 2014," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Karzai, dalam pembicaraan Kamis dengan Menteri Pertahanan AS Leon Panetta, menekankan bahwa pasukan internasional harus meninggalkan pedesaan Afghanistan dan "ditempatkan lagi di pangkalan-pangkalan mereka", dan Afghanistan siap melaksanakan tanggung jawab pengamanan.
Karzai tidak memberikan kerangka waktu dan hanya mengatakan, NATO harus menyerahkan tanggung jawab kepada pasukan Afghanistan pada 2013.
Dalam pembicaraan telefon Jumat, Obama memahami kekhawatiran Karzai terkait serangan-serangan pada malam hari, dan kedua pemimpin tersebut mengatakan bahwa mereka akan membahas keluhan mengenai aksi pasukan NATO di daerah-daerah pedesaan.
Juru bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan, mereka membahas kekhawatiran Karzai yang telah berlangsung lama mengenai serangan-serangn malam hari dan penggerebekan rumah oleh pasukan NATO, dan mereka akan menyimpulkan pembahasan itu dalam nota kesepahaman untuk mengatasi kekhawatiran tersebut.
"Mereka juga setuju membahas kekhawatiran Presiden Karzai mengenai keberadaan pasukan asing di pedesaan," kata Carney, yang menyampaikan hal itu kepada wartawan di pesawat Air Force One yang membawa Obama menuju Chicago.
Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.
Jumlah warga sipil yang tewas meningkat secara tetap dalam lima tahun terakhir, dan pada 2011 jumlah kematian sipil mencapai 3.021, menurut data PBB.
Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang pada 2010, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.
Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara berada di Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (ANTARA).