Karantina Pertanian Lampung gagalkan penyelundupan dua anak orangutan

id Penyelundupan satwa, penyelundupan orangutan, balai karantina pertanian

Karantina Pertanian Lampung gagalkan penyelundupan dua anak orangutan

Orangutan Sumatera hasil penggagalan penyelundupan di Pelabuhan Bakauheni Lampung. (ANTARA/HO-Balai Karantina Pertanian)

Dua ekor anak orangutan berjenis kelamin jantan dan betina ini diduga digunakan untuk praktik jual beli satwa, katanya.

Bandarlampung (ANTARA) - Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandarlampung menggagalkan penyelundupan dua ekor anak orangutan Sumatera di Pelabuhan Bakauheni Lampung.

"Senin malam kami menggagalkan penyelundupan satwa dilindungi yakni dua ekor anak orangutan di Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni," ujar Subkoordinator Karantina Hewan, Akhir Santoso melalui keterangan tertulis di Bandarlampung, Selasa.

Ia mengatakan diketahui kedua satwa dilindungi tersebut berasal dari Lubuk Pakam Sumatera Utara dengan tujuan penyelundupan ke Tanggerang, Banten.

"Orangutan Sumatera (Pongo abelli) merupakan satwa langka yang harus dilindungi, dua ekor anak orangutan ini diperkirakan berusia satu tahun," katanya.

Baca juga: Balai Karantina Pertanian Lampung gagalkan penyelundupan 2.438 ekor satwa ilegal

Menurutnya, kedua ekor anak orangutan tersebut diselundupkan menggunakan keranjang buah berukuran kecil dan ditempatkan di bagasi bus.

"Dua ekor anak orangutan berjenis kelamin jantan dan betina ini diduga digunakan untuk praktik jual beli satwa. Saat ini kasus tersebut dalam proses penanganan lebih lanjut," ucapnya.

Ia menjelaskan selain menggagalkan penyelundupan orangutan terdapat pula sejumlah satwa yang berhasil diamankan hak k sebanyak 20 ekor burung puyuh tarun-tarun, 30 ekor burung madu asal Lampung. Satwa tersebut direncanakan akan dibawa menuju DKI Jakarta.

Baca juga: Balai Karantina Lampung musnahkan 350 kilogram daging celeng

Adanya kegiatan penyelundupan satwa liar dan dilindungi tersebut telah melanggar Undang-Undang nomor 21 tahun 2019 tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan dengan ancaman pidana paling lama dua tahun, denda maksimal Rp2 miliar.

"Selain UU Nomor 12 tahun 2019 pelaku juga melanggar UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana paling lama lima tahun, serta denda maksimal Rp100 juta. Selanjutnya kita akan komunikasikan kepada BKSDA untuk proses lebih lanjut," tambahnya.