Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Menkopolhukam Dr Sri Yunanto mengatakan perlu adanya aturan terhadap platform internet untuk melakukan penyaringan sebagai salah satu upaya mencegah radikalisasi via media sosial.
"Inilah masalahnya karena yang menanggung beban negatif itu pemerintah, sementara penyedia platform enak-enak saja. Seperti di Youtube, kalau tayangannya banyak dapat iklan pasti mereka untung, sementara kalau ada konten tentang radikalisasi ini mereka cuci tangan, baru pemerintah yang 'take down' (minta diblok)," kata Pakar Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia tersebut dalam keterangan tertulis yang diterima Antara, Selasa.
Untuk itu, menurut dia, dibutuhkan adanya aturan terhadap penyedia layanan internet tersebut. Ia mencontohkan, di Jerman platform yang memuat konten negatif bisa kena denda sampai Rp6 miliar. Hal itu cukup efektif untuk mengerem keberadaan konten-konten negatif, terutama terorisme.
"Artinya, kalau platform tetap seenaknya dengan tidak melakukan 'screening' (menyaring), mereka pasti akan bangkrut kena denda. Saya rasa cara itu bisa diterapkan di Indonesia," tuturnya.
Menurutnya, langkah ini harus menjadi agenda bersama, misalnya dengan merevisi UU ITE atau membuat Peraturan Pemerintah. Sebab, bila tidak, maka Medsos akan menjadi tempat penyebaran konten negatif yang provokatif terutama radikalisasi.
Yunanto menilai, apa yang telah dilakukan pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan melakukan banyak take down atau penutupan website sifatnya reaktif, sehingga satu website diblokir, tumbuh website-website lainnya. Misalnya, diblokir 10 website,100 website muncul.
"Kalau terus begini kita pasti keteter. Baiknya masyarakat berani mengeluarkan ide dan mengajak para politikus untuk membuat terobosan. Soalnya kalau yang melakukan pemerintah, pasti dituduh macam-macam. Intinya sekarang penyedia platform harus punya tanggungjawab," tegasnya.
Ia menegaskan, bila penyedia platform bersedia melakukan screening terhadap konten-konten mereka, tentu itu akan lebih memudahkan dalam mewaspadai radikalisasi melalui medsos ini. Dengan demikian, pemerintah sebagai regulator harus bisa memperkuat, apalagi sudah ada fatwa MUI soal tata cara bermedsos yang bijak.
"Kalau tiga-tiganya bersinergi Insya Allah bisa kita tekan cyber crime termasuk extraordinary crime berupa radikalisasi, dan berbagai hal negatif di medsos," kata Sri Yunanto.