Korupsi, Pejabat Universitas Udayana Divonis 4 Tahun Penjara

id Pejabat Universitas Udayana Divonis 4 Tahun Penjara, Pejabat Universitas Udaya Korupsi

Made sendiri hanya mengaku sebagai korban karena menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Jakarta (ANTARA Lampung) - Pejabat Universias Udayana, Made Meregawa, divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan, karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi alat kesehatan.

Dia terbukti melakukan korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata (RS PKPIP) Universitas Udayana tahun anggaran 2009, kata ketua majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Singung Hermawan, Rabu (20/1).

"Menyatakan terdakwa Made Meregawa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kedua. Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa selama 4 tahun dan pidana denda Rp100 juta, apabila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 2 bulan," kata ketua majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat itu pula.

Putusan itu sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Made Meregawa divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan, namun majelis hakim yang terdiri dari Singung Hermawan, Aswijon, Anas Mustaqim, Sofialdi dan Ugo tidak mengabulkan tuntutan agar Made membayarkan uang pengganti sebesar Rp1,01 miliar dan hanya mewajibkan Made untuk membayar Rp10 juta.

"Memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk mengembalikan uang Rp5,74 miliar seluruhnya kepada kepada terdakwa setelah dikurangi dengan uang pengganti sebesar Rp10 juta," tambah hakim Sinung.

Putusan itu berdasarkan dakwaan kedua yaitu pasal 3 juncto pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Terhadap putusan ini, Made mengaku menerima putusan.

"Saya siap menerima dan saya anggap ini nasib yang harus saya tanggung. Dan kepada hakim dan jaksa penuntut umum, ini hanya satu kasus dan ada kasus saya yang lain akan berlanjut, saya mohon ke jaksa saya ikhlas dan pasrah dan saya akan jalani saya mohon tim JPU jangan saya dibanding, terima kasih yang mulia hakim," kata Made dalam sidang.

Made sendiri hanya mengaku sebagai korban karena menjadi terdakwa dalam kasus ini.

"Barangkali ini nasib yang harus saya tanggung, padahal dari awal tidak ada niat sedikit pun mengorupsi uang negara, yang kami pikirkan alangkah senangnya dari Universitas Udayana mendapat pengadaan Alkes rumah sakit yang sudah diidam-idamkan, tapi barangkali ini nasib yang harus saya tanggung dan saya korban dari pelaksanaan lelang walau dalam kesaksian fakta persidangan dan pledoi mengatakan bukan kami yang mengatur," ungkap Made.

Sedangkan jaksa KPK menyatakan akan pikir-pikir selama 7 hari.

Usai sidang, anggota JPU KPK Kiki Ahmad Yani mengatakan bahwa jaksa berbeda pendapat dengan putusan majelis hakim khususnya mengenai nominal uang pengganti.

"BPK sudah melakukan perhitungan kerugian negara beberapa kali tapi akhirnya didapat kerugian negara Rp7 miliar, nilai Rp5,74 miliar itu perhitungan lama dan dikembalikan oleh bendahara pengeluaran Universitas Udayana atas nama PT Mahkota Negara," kata jaksa Kiki.

Pengembalikan tersebut dilakukan pada 2012--2014.

Made juga masih menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan RS Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana 2009--2011 yang juga ditangani KPK. Tersangka lain dalam perkara ini adalah Direktur Utama PT Duta Graha Indah Dudung Purwadi.

Dalam perkara ini, Made Meregawa selaku Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Udayana dinilai terbukti melakukan sejumlah perbuatan yaitu mengarahkan panitia pengadan untuk menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berdasarkan data dan harga dari calon/peserta pemenang lelang; menyusun spesifikasi barang/alkes yang mengarah pada merek perusahaan tertentu;

Ia juga mengubah waktu pemasukan dokumen penawaran untuk kepentingan calon peserta/pemenang lelang; melibatkan pegawai dari salah satu peserta lelang dalam tahap evaluasi penawaran; menyetujui pelunanas pembayaran padahal penyerahan barang belum seluruhnya dipenuhi serta tidak membebankan denda atau keterlambatan pekerjaan.

Pemenang proyek pengadaan alkes Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata (RS PKPIP) dengan anggaran total Rp18,523 miliar adalah PT Mahkota Negara yang merupakan salah satu perusahaan di Anugerah Grup.

Padahal dokumen penawaran perusahaan di grup tersebut dibuat dengan nilai harga penawaran yang sudah ditentukan oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Atas perbuatan-perbuatan tersebut Muhammad Nazaruddin setuju untuk memberikan imbalan (fee) kepada rektor Universitas Udayana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), panitia pengadaan dan panitia penerima barang sekitar 3-5 miliar dari nilai kontrak yang setelah dibulatkan menjadi Rp1,01 miliar dan memperkaya korporasi PT Mahkota Negara sejumlah Rp5,99 miliar dari total kerugian negara Rp7 miliar.