PT SERB Ajak Warga Rajabasa Kunjungi PLTP Kamojang

id PT SERB Ajak Warga Rajabasa Kunjungi PLTP Kamojang, Panas Bumu, Rajabasa, lampung selatan, Energi, Lampung, Perusahaan

PT SERB Ajak Warga Rajabasa Kunjungi PLTP Kamojang

Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo menerima surat persetujuan pemanfaatan energi panas bumi Gunung Rajabasa dari perwakilan masyarakat, di Aula Rimbawan I Gedung Manggala Wanabakti Jakarta. (FOTO: ANTARA LAMPUNG/Kristian Ali).

Boleh mengambil tenaga kerja dari luar sana kalau memang belum ada tenaga kerja yang memenuhi dari daerah sekitarnya. Tapi yang pasti, tolong prioritaskan masyarakat sekitar lebih dulu."
Jawa Barat (ANTARA LAMPUNG) - PT Supreme Energi Rajabasa (SERB) mengajak para tokoh adat, tokoh masyarakat, dan kepala desa di sekitar Gunung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan di Provinsi Lampung mengunjungi sekaligus studi banding ke Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT Pertamina Geothermal Energy di Kamojang Provinsi Jawa Barat.

Hal itu dilakukan untuk membuktikan bahwa pemanfaatan energi panas bumi pada kenyataannya sangat ramah lingkungan, sehingga warga dapat mengetahui dan akhirnya bisa menerima serta memahami penting keberadaan proyek panas bumi  yang akan didirikan di Gunung Rajabasa.

Rombongan studi banding itu sebanyak sekitar 125 orang, yaitu para tokoh adat, tokoh masyarakat, camat dan kepala desa dari Kecamatan Kalianda, Rajabasa, dan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan yang diberangkatkan pada Rabu (19/6) hingga Jumat (21/6), untuk melakukan studi banding ke PLTP Kamojang serta berkunjung ke kantor Kementerian Kehutanan di Jakarta.

Kamis (20/6) pagi, setelah peserta studi banding sarapan bersama, dengan diangkut sebanyak enam bus Big Bird langsung berangkat ke PLTP Kamojang dengan jarak tempuh sekitar dua jam dari penginapan yang berada di Kota Garut. PLTP Kamojang sebenarnya berada di wilayah Kecamatan Ibun yang termasuk Bandung Jawa Barat, namun karena aksesnya lebih mudah ditempuh dari Garut, menjadikan lokasi itu lebih dikenal orang berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Selama dua jam perjalanan menuju PLTP Kamojang, para peserta disuguhi pemandangan hutan pinus yang masih alami serta akses transportasi yang bagus dan lancar, meskipun terletak di pegunungan dengan ketinggian sekitar 1.400 meter di atas permukaan laut.

Setelah sampai di lokasi PLTP Kamojang, para peserta diterima oleh manajemen PT Pertamina Geothermal Energy untuk mendapatkan keterangan terkait proyek panas bumi di daerah tersebut.

Sejumlah peserta nampak sangat terkesan dengan lokasi itu, karena meskipun telah berdiri sebuah perusahaan pengolah panas bumi namun suasananya terasa sangat tenang sejuk dan segar, bahkan terik matahari pada tengah hari tidak mampu mengalahkan suasana dingin daerah ini.

Di sekeliling perusahaan terdapat pohon-pohon pinus yang tinggi menjulang dengan rapat, sebagian tumbuh alami dan sebagian lagi merupakan hasil penghijauan perusahaan itu.

Saat para peserta termasuk beberapa jurnalis diajak melihat lokasi sumur pengeboran, hanya terdengar suara mendesing dengan jarak aman pada radius 15 meter, dan jika ingin mendekat lagi harus dilengkapi peralatan sesuai dengan prosedur keamanan yang berlaku di sini.

Para peserta studi banding pun mengakui, dapat menyadari bahwa pemanfatan energi panas bumi ternyata memang ramah lingkungan dan tidak merusak alam sekitarnya, mengingat lahan yang digunakan tidak begitu luas.

Pemandangan unik juga tampak saat peserta berkeliling menyusuri pipa untuk mengalirkan panas bumi, dengan banyak warga setempat yang sedang mencari rumput untuk pakan ternak di sekitar jalur-jalur pipa panas bumi tanpa rasa takut, karena lokasi itu terlihat sangat menghijau ditumbuhi berbagai jenis tanaman termasuk rerumputan yang sengaja dihijaukan oleh perusahaan.

Menurut sejumlah warga setempat, mereka mengakui bahwa setelah berdiri PLTP Kamojang sejak 30 tahun lalu, kehidupan mereka menjadi lebih sejahtera karena berbagai program pertanggungjawaban sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) terus mengalir, seperti bantuan bedah rumah, bantuan ternak, fasilitas kesehatan dan pendidikan serta tempat ibadah.

Tempat mereka juga telah menjadi daerah tujuan wisata, sehingga kehidupan masyarakatnya menjadi lebih sejahtera karena setiap pengunjung yang datang dan bertransaksi di wilayah itu akan menambah kontribusi bagi peningkatan penghasilan mereka.

Pada Kamis (20/6) malam, usai melihat kondisi PLTP Kamojang, para peserta studi banding menuju Jakarta ternyata secara spontan dan langsung perwakilan masyarakat itu menyampaikan persetujuan terkait rencana proyek panas bumi yang akan dilaksanakan di kawasan Gunung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan, dalam bentuk surat dukungan bersama.

Surat pernyataan dukungan itu disampaikan pada Jumat (21/6) pagi di Aula Rimbawan I Gedung Manggala Wanabakti di Jakarta, dan diterima oleh Wakil Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo, dan disaksikan oleh Dirjen Planologi Kehutanan Bambang Soepijanto mewakili Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Ekonomi dan Keuangan, dan pihak PT Supreme Energy Rajabasa, dengan harapan agar mega proyek panas bumi di Gunung Rajabasa segera mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.

Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo dalam pertemuan itu, memberikan jaminan kepada para tokoh masyarakat bahwa pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Rajabasa akan aman dan ramah lingkungan. "Pembangunan panas bumi itu dijamin aman, aman, dan aman. Tidak akan terjadi seperti Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur," ujar Susilo menegaskan lagi.

Susilo juga menyampaikan bahwa pembangunan panas bumi di Rajabasa itu akan melibatkan masyarakat sekitar, demi memajukan kondisi sosial masyarakat secara merata.

"Boleh mengambil tenaga kerja dari luar sana kalau memang belum ada tenaga kerja yang memenuhi dari daerah sekitarnya. Tapi yang pasti, tolong prioritaskan masyarakat sekitar lebih dulu," ujar dia pula.

                       Jaminan Pemanfaatan Panas Bumi Ramah Lingkungan
President & Chief Executive Officer (CEO) PT Supreme Energy Rajabasa (SERB) Triharyo Indrawan Soesilo menjamin bahwa pemanfaatan energi panas bumi (geothermal) sangat ramah lingkungan, sehingga tidak akan menimbulkan kerusakan alam maupun gangguan bagi penduduk yang mendiami Gunung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung.

"Analogi pemanfaatan panas bumi seperti ketika kita memasak air, sumber panasnya adalah kompor, sedangkan pada panas bumi sumber panasnya berasal dari magma, kemudian hasil pemanasan air yang berada dalam ketel itu berubah menjadi uap, sedangkan ketelnya adalah batuan reservoir yang berada jauh di bawah tanah," kata dia, di Jakarta saat dihubungi dari Bandarlampung.

Menurut Triharyo, pengaruh positif dari pemanfaatan energi panas bumi itu nantinya justru dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat, dengan adanya pembangkit listrik tenaga panas bumi akan menghasilkan energi yang lebih bersih, rendah emisi, dan handal jika dibandingkan dengan sumber energi terbarukan lainnya.

Dia berharap warga yang mendiami kawasan Gunung Rajabasa tidak perlu khawatir, mengingat pemanfaatan energi panas bumi ini sangat ramah lingkungan dan tidak akan membahayakan warga sekitar, justru akan sangat menguntungkan masyarakat setempat.

Menanggapi demonstrasi warga beberapa waktu lalu, dia menjelaskan bahwa PT SERB belum mendapatkan izin dari Kementerian Kehutanan untuk beraktivitas di dalam kawasan hutan lindung sekitar Gunung Rajabasa itu, namun saat ini pihaknya masih fokus melakukan kegiatan mobilisasi alat berat untuk konstruksi sipil pada lahan area penggunaan lain (APL) di luar kawasan hutan lindung yang sebelumnya juga telah dibebaskan dengan ganti untung.

"Kegiatan ini adalah legal, karena selain di lahan sendiri juga merupakan proyek nasional sesuai Perpres No. 4 Tahun 2010 bahwa PT SERB wajib melakukan kegiatan eksplorasi panas bumi," ujar dia lagi.

Berkaitan adanya kekhawatiran masyarakat akan terjadi gangguan sumber air bersih, kata dia, PT SERB berencana menggunakan air laut untuk kegiatan eksplorasinya sehingga tidak akan menganggu sumber air bagi masyarakat setempat.

Ia juga membantah jika pihaknya akan membabat 50.000 hektare hutan lindung dan 14.000 hektare hutan marga di Rajabasa itu, melainkan hanya memerlukan lahan seluas 50 hektare, apalagi luas hutan lindung/register di gunung itu hanya pada kisaran 5.000 hektare.

"Lahan yang kami gunakan untuk eksplorasi hanya satu persen dari luas total hutan lindung di Rajabasa, sedangkan luas lahan yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi pembangkit listrik sebesar 220 Megawatt di Indonesia rata-rata memerlukan 150 hektare, termasuk sarana dan fasilitas penunjang, dan perusahaan memiliki kewajiban menghutankan kembali seluas dua kali lipatnya jika beroperasi di dalam hutan lindung di Pulau Jawa maupun di Provinsi Lampung,'' kata dia pula.

Triharyo juga menyatakan, apabila terdapat situs-situs purbakala yang termasuk dalam kategori cagar budaya di wilayah tersebut, maka keberadaannya tidak akan diganggu oleh kegiatan ini karena PT SERB merupakan perusahaan yang taat hukum.

Dia juga meluruskan isu akan dibangun pipa raksasa berdiameter 4x6 meter yang disuntikkan ke perut bumi sedalam 2.000 meter, padahal yang sebenarnya adalah ukuran pipa selubung pada sumur panas bumi yang masuk ke sumur hanya berdiameter 30 inch atau sekitar 76 cm, sedangkan untuk kedalaman hingga 2.000 meter menggunakan pipa selubung dengan ukuran yang makin kecil.

"Kami juga tidak akan membuat waduk di atas gunung itu untuk mensuplai turbin raksasa, karena penggerak turbin bukanlan air melainkan uap yang dihasilkan dari sumur panas bumi melalui pipa penyalur yang ada," kata dia lagi.

Triharyo menegaskan bahwa sifat pengusahaan panas bumi tidak akan merusak lingkungan, justru memerlukan prasyarat kondisi lindungan yang baik dan hutan tetap terjaga untuk keberlanjutan energi panas bumi yang dihasilkannya.

"Apabila perusahaan lalai untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan yang mengakibatkan terjadi kerusakan lingkungan, PT SERB bersedia bertanggungjawab sesuai aturan yang berlaku," ujar dia lagi.

Selain itu, berkaitan adanya dampak kebisingan pada saat pengeboran meskipun ada, tapi masih dalam ambang batas normal, dan justru menurut dia, kebisingan terjadi saat tahapan "well testing" setelah pengeboran namun hanya pada radius kurang lebih 200 meter dan tidak akan berlangsung lama.

Ia menambahkan, studi ilmiah yang dilakukan pada proyek panas bumi yang telah beroperasi membuktikan bahwa adanya penambahan suplai energi listrik di suatu wilayah akan memberikan efek domino berupa peningkatan perekonomian dan kesehatan masyarakat sekitarnya. Semua manfaat ini akan dapat benar-benar dirasakan oleh warga di sekitar Gunung Rajabasa di Lampung Selatan, setelah rencana proyek panas bumi beroperasi dengan baik, didukung penuh oleh masyarakat setempat.
(adv-01)