Hakim jatuhi hukuman 20 tahun terhadap terdakwa narkoba jaringan Fredi Pratama

id Sidang narkona, sidang jaringan fredi pratama, sidang rekrut kurir sabu

Hakim jatuhi hukuman 20 tahun terhadap terdakwa narkoba jaringan Fredi Pratama

Terdakwa jaringan Fredi Pratam saat jalani sidang putusan. (ANTARA/DAMIRI)

Bandarlampung (ANTARA) - Ketua Majelis Hakim Agus menjatuhkan hukuman selama dua puluh tahun terhadap terdakwa Salman Raziq dalam perkara perekrutan seseorang yang akan dijadikan kurir sabu-sabu jaringan Fredi Pratama.

Hukuman yang dijatuhkan oleh hakim tersebut berbanding jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Lia Hayati yang sebelumnya telah menuntut terdakwa Salman dengan hukuman mati.

"Menjatuhkan terdakwa dengan hukuman selama dua puluh tahun," katanya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung, Rabu.

Selain hukuman pidana dua puluh tahun, hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp1 miliar subsider empat bulan kurungan penjara. Atas tuntutan tersebut, jaksa menyatakan pikir-pikir sedangkan terdakwa bersama penasihat hukumnya menyatakan banding.

"Saya banding yang mulia," kata dia.

Penasihat hukum terdakwa, Tarmizi mengatakan, dirinya mengapresiasi majelis hakim yang telah mendengarkan pertimbangan-pertimbangan selama dalam persidangan. Ia juga sangat menghargai atas putusan yang telah dijatuhi majelis hakim.

"Kami bersyukur dulu artinya majelis hakim bisa mempertimbangkan pledoi kami selama dalam persidangan yang telah berlangsung," katanya.

Menurut dia berdasarkan Undang-undang seseorang berhak hidup sesuai dengan Pasal 28A ayat 1 Undang-undang Tahun 1945.

"Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya," katanya lagi.

Peristiwa tersebut berawal saat terdakwa Salman bersama telah mempekerjakan sebanyak 12 kurir untuk bekerja dalam jaringan Fredy Pratama. 12 kurir tersebut diantaranya Muhammad Belly Saputra, Abduh, Jeje Hardiansyah alias Kakasi, Andi, Rizal, Deded, Leo, Gilang, Wibowo Fajar Prasetyo, Sholeh, dan Agus.

Pada April 2019 salah satu rekrutan terdakwa bernama Muhammad Belly Saputra tertarik menjadi kurir sabu lantaran dijanjikan upah sebesar Rp15 hingga Rp20 juta per kilogramnya. Setelah setuju, kemudian terdakwa Salman menghubungi Muhammad Nazwar Syamsu alias Letto yang berada di dalam Lapas Mata Merah, Palembang.

Tak hanya itu, terdakwa Salman Raziq juga berperan untuk mengumpulkan rekening yang akan digunakan untuk menampung uang-uang dari transaksi narkoba jaringan Fredy Pratama.