Klarifikasi soal pemberhentian dokter dan hubungan asmara

id direktur RSUD NTB,dokter RSUD NTB,konflik dokter

Klarifikasi soal pemberhentian dokter dan hubungan asmara

Fhirzhal Arzhi Jiwantara, kasa hukum Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Nusa Tenggara Barat dr. Lalu Herman Mahaputra. (ANTARA/Nur Imansyah).

Mataram (ANTARA) - Fhirzhal Arzhi Jiwantara selaku kuasa hukum Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dr. Lalu Herman Mahaputra menyampaikan klarifikasi soal tuduhan adanya motif asmara di balik pemberhentian seorang dokter berinisial UI di rumah sakit tersebut.

"Terkait ada hubungan asmara antara dokter UI dengan Pak Dirut, itu semua tidak benar. Itu dugaan sesat, karena tidak sesuai dengan fakta," katanya di Mataram, Senin.

Ia menyampaikan bahwa menurut kliennya pemberhentian dokter tersebut pada 4 Juli 2023 dilakukan berdasarkan kebutuhan sumber daya manusia di RSUD NTB.

"Karena pihak RSUD NTB 2018 bekerja sama dengan pihak Fakultas Kedokteran Unram (Universitas Mataram) sehingga pihak Unram mengutus dokter UI untuk diperbantukan di RSUD NTB," katanya.

"Awalnya ada hubungan kerja sama antara rumah sakit dan Fakultas Kedokteran Unram, sehingga pergantian itu tergantung kebutuhan rumah sakit. Jadi diganti bukan karena hubungan asmara," ia menjelaskan.

Ia menyampaikan bahwa ada tiga orang pegawai RSUD NTB yang diberhentikan, termasuk dokter yang berinisial UI. Namun, hanya dokter UI yang mengajukan keberatan soal pemberhentiannya.

Janji mau dinikahi 


Seorang dokter berinisial UI yang diberhentikan dari RSUD NTB mengajukan somasi karena menilai pemberhentiannya berkaitan dengan hubungan asmaranya dengan pemimpin rumah sakit tersebut.

"Dia kan janji mau menikahi, tetapi ketika sudah ramai dibicarakan di lingkungan kerjanya bukannya dinikahi, dia malah diberhentikan dari jabatannya," kata kuasa hukum dokter UI, Sapto Dewi T.

Ia mengemukakan bahwa dokter UI semula ditugaskan di RSUD NTB sebagai dokter spesialis paruh waktu berdasarkan kesepakatan kerja sama rumah sakit dengan Unram pada 2018 yang diperbaharui tahun 2022.

Tahun 2021, direktur baru rumah sakit membuat layanan sub-unit spesialis baru untuk menunjang pelayanan rumah sakit.

"Selama ini sub-unit baru itu belum ada di rumah sakit itu, dan sub-unit baru itu atas ide dan inisiasi klien saya," kata Sapto.

Ia mengungkapkan bahwa hubungan kliennya dengan direktur rumah sakit bermula ketika kliennya menyampaikan laporan ke ruangan direktur rumah sakit.

"Klien saya ditanya soal yang bersifat pribadi, seperti apakah sudah berkeluarga dan hobi," katanya.

Menurut dia, kliennya kemudian diajak keluar di luar jam kerja.

"Saat itu usai berbuka puasa pada bulan puasa 2021. Pada saat masih suasana COVID-19. Awalnya klien saya menolak diajak berbuat yang diduga 'aneh-aneh' di mobil yang dikendarainya," katanya.

"Di situlah diduga dimulainya niat yang tidak benar itu. Jadi ada hal-hal yang diduga tidak pantas yang terjadi saat itu. Tapi klien saya menolaknya," ia menjelaskan.

Namun, menurut dia, lambat laun kliennya bersedia menjalin hubungan dengan direktur rumah sakit tersebut.

"Jadi kisah asmara itu dimulai dari April hingga November 2021. Saya lihat bukti chatting-an sekitar-sekitar itu. Jadi ini diduga bukan asmara biasa, tapi ditengarai asmara yang luar biasa karena sudah ada dugaan hubungan yang lebih jauh," katanya.

"Yang bersangkutan mau menikahi klien kami," kata dia.

Namun, ia menjelaskan, hubungan keduanya kemudian menjadi perbincangan di lingkungan kerja dan dikhawatirkan mempengaruhi pemimpin rumah sakit.

"Ia pun ditengarai perlahan menghindar. Hingga klien saya menemui istrinya dan meminta izin untuk menjadi istri kedua. Namun istrinya menolak," katanya.

"Dan saat itu klien saya dimarahinya habis-habisan dan sejak saat itu klien saya tidak pernah dihubungi lagi dan nomor klien saya pun diblokir," ia menambahkan.

Ia menyampaikan bahwa kliennya kemudian diberhentikan dengan hormat dari tugasnya pada 4 Juli 2023.

"Tujuannya yah itu tadi agar ia tidak lagi bertemu sama klien saya. Inikan sebuah dugaan tindak kesewenang-wenangan dan tidak disertai pertimbangan yang rasional terhadap profesi maupun pribadinya," kata dia.

Menurut dia, kliennya sudah menyampaikan somasi kepada pimpinan rumah sakit terkait pemberhentiannya.

"Namun dua kali somasi yang dilayangkan tidak pernah ditanggapi. Karena tidak ditanggapi maka kami akan melakukan upaya hukum dengan menggugat SK Pemberhentian tersebut ke PTUN," katanya.

Selain menyampaikan gugatan ke PTUN, ia melanjutkan, kliennya akan melaporkan pemimpin rumah sakit tersebut ke Kepolisian Daerah NTB.