Estimasi kasus TB baru di Indonesia capai 969 ribu, terbesar setelah India

id tuberkulosis,Hari Tuberkulosis Sedunia,pdpi,dokter paru,eliminasi tbc,target tbc kemenkes

Estimasi kasus TB baru di Indonesia capai 969 ribu, terbesar setelah India

Tangkapan layar Ketua Umum PDPI Agus Dwi Susanto dalam Konferensi Pers: Yes We Can End TB yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (24/3/2023). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)

Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menilai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengentaskan penyakit Tuberkulosis (TB) masih jauh dari capaian target yang ditentukan dalam eliminasi TB tahun 2030.

“Angka keberhasilan Tuberkulosis di Indonesia masih jauh dari target 90 persen, rata-rata antara 65-70 persen dan tahun lalu dilaporkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk treatment coverage-nya adalah 74 persen dan keberhasilannya masih di bawah 90 persen,” kata Ketua Umum PDPI Agus Dwi Susanto dalam Konferensi Pers: Yes We Can End TB yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.

Agus menuturkan penularan Tuberkulosis yang terjadi melalui droplets atau udara itu, berdasarkan data dari Global Tuberculosis Report 2022, telah menyebabkan Indonesia menempati peringkat kedua di dunia sebagai negara dengan estimasi jumlah kasus baru yakni 969.000 kasus, setelah India.

Artinya, satu dari 33 orang yang hidup di Indonesia dipastikan menderita Tuberkulosis. Bahkan BPJS Kesehatan melaporkan bila penyakit yang dijuluki sebagai The Great Imitator karena bisa mengenai bagian tubuh lain selain paru tersebut, merupakan salah satu penyakit yang biaya penanggulangannya terbilang sangat mahal.

“Hampir semua organ tubuh kita bisa kena kecuali rambut dan kuku. Penanganan Tuberkulosis dari tahun 2002 kita dapatkan Rp5,2 triliun yang dilaporkan oleh BPJS Kesehatan untuk biaya penanggulangan Tuberkulosis,” ucap Agus.

Menurutnya, pengawalan pada pasien Tuberkulosis belum bisa dikatakan baik. Seharusnya semua pihak belajar dari pengalaman COVID-19 agar saling bahu membahu mengatasi penyakit tersebut baik sejak deteksi dini pelacakan kasus, pengobatan, hingga masa rehabilitasi.

Hal itu dikarenakan Tuberkulosis merupakan penyakit yang bisa dipengaruhi oleh faktor ekonomi hingga sosial, dengan tingkat penularan yang terbilang mudah yakni melalui droplets atau udara.

“Tentunya ini ditakutkan kalau kita tidak temukan dan tidak kita obati, kasus Tuberkulosis ini akan jadi sumber penularan dalam masyarakat dan kasusnya tidak tertangani juga tidak bisa tereliminasi. Mulai dari masyarakat, lembaga sosial masyarakat, pemerintah, tenaga kesehatan, termasuk dokter, dan media yang membantu pentingnya Tuberkulosis ini untuk bisa dihadapi bersama supaya hilang dari Indonesia,” katanya.