Bandarlampung (ANTARA) - Hasil Pilkada Gubernur Lampung menempatkan calon petahana, Arinal Djunaidi, dengan perolehan suara versi quick count sebesar 17,35 persen, jauh tertinggal dari lawannya.
Meski demikian, perjuangan Arinal mendapat apresiasi dari pengamat politik Universitas Lampung, Sigit Krisbintoro, yang melihat langkahnya sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi elite partai politik.
“Ada beberapa catatan penting dalam Pilkada Lampung. Pertama, dalam pilkada, popularitas calon tidak begitu penting jika tidak didukung tingkat elektabilitas. Kedua, pilkada berorientasi pada angka: berapa angka yang harus diperoleh untuk kemenangan dan berapa besar dukungan parpol yang harus didapat,” kata Sigit saat dihubungi, Sabtu.
Menurutnya, gagasan yang ditawarkan calon kepala daerah, termasuk Arinal, sering kali tidak menjadi daya tarik bagi pemilih yang lebih terpengaruh oleh pendekatan pragmatis.
“Gagasan yang ditawarkan pasangan calon bukan tema menarik bagi pemilih. Persoalannya adalah bagaimana menyenangkan pemilih dengan berbagai cara untuk memperoleh angka kemenangan atau tingkat elektabilitas yang tinggi,” jelasnya.
Sigit juga menyoroti dominasi elite politik dalam pilkada. “Ada kecenderungan elite politik mendominasi pemilih, bukan pemilih yang menentukan elite politik,” ucapnya.
Meskipun demikian, ia memberikan penghormatan atas perjuangan Arinal yang tetap gigih meski menghadapi keterbatasan.
“Saya harus menghargai perjuangan pasangan calon yang kalah. Walaupun ada keterbatasan modal politik, ekonomi, dan sosial, mereka masih berjuang menawarkan gagasan politiknya, meskipun pemilih tidak menghendakinya,” ungkap Sigit.
Ke depan, ia berharap calon pemimpin dapat memahami dinamika politik pilkada dan menemukan cara untuk meraih kepercayaan pemilih secara lebih strategis.
“Para pasangan calon harus memahami gejala politik dalam pilkada seperti di atas: mengikuti permainan yang berkembang saat ini atau melakukan gerakan kesadaran nurani politik bagi pemilih,” paparnya.
Selain itu, faktor ideologi partai juga dianggap kurang relevan bagi pemilih generasi muda, karena generasi muda membutuhkan pembaruan isu terkini atau lebih tepatnya isu yang mengikuti tren.
“Faktor ideologi partai tidak begitu penting bagi pemilih, khususnya generasi milenial dan generasi Z. Yang terpenting adalah bagaimana memainkan isu-isu strategis yang berkembang di masyarakat,” tutup Sigit.
Perjuangan Arinal dalam Pilgub Lampung ini menjadi pelajaran bahwa politik bukan hanya tentang popularitas, tetapi juga tentang strategi dan pemahaman mendalam terhadap dinamika pemilih.