Perludem sebut tiga pemilu tunjukkan potret buram keterwakilan perempuan

id Pemilu 2024,KPU,Bawaslu

Perludem sebut tiga pemilu tunjukkan potret buram keterwakilan perempuan

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini. ANTARA/Dokumentasi Pribadi

Kondisi ini sama persis dengan hasil seleksi bakal calon anggota KPU dan bakal calon anggota Bawaslu pada dua pemilu sebelumnya, kata Titi
Semarang (ANTARA) - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menilai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kurang memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen, selama tiga kali pemilihan calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sehingga itu menunjukkan potret buram keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu.

Titi Anggraini mengemukakan hal itu ketika menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Kamis malam, terkait dengan hasil rapat pleno Komisi II DPR RI yang menetapkan tujuh anggota KPU dan lima anggota Bawaslu RI masa jabatan 2022—2027.

Betty Epsilon Idroos merupakan perempuan satu-satunya yang terpilih menjadi anggota KPU RI periode 2022—2027. Begitu pula, Lolly Suhenty juga merupakan perempuan satu-satunya yang terpilih sebagai anggota Bawaslu RI.

"Kondisi ini sama persis dengan hasil seleksi bakal calon anggota KPU dan bakal calon anggota Bawaslu pada dua pemilu sebelumnya," kata Titi yang pernah terpilih sebagai Duta Demokrasi mewakili Indonesia dalam International Institute for Electoral Assistance (International IDEA).

Sebelumnya, pada Pemilu 2014 hanya Ida Budhiati di KPU, sementara di Bawaslu hanya Endang Wihdatiningtyas. Pemilihan umum berikutnya, Pemilu 2019, terulang hal yang sama. Hanya terpilih Evi Novida Ginting untuk KPU, dan Dewi Pettalolo untuk Bawaslu.

Menurut Titi, pemilihan anggota KPU dan Bawaslu saat ini berbeda dengan pemilihan saat dua periode yang lalu. Pada tahun 2012 dan 2017, publik bisa melihat secara langsung pemungutan suara oleh Komisi II DPR RI saat memilih anggota KPU dan Bawaslu.

Akan tetapi, lanjut dia, pada Kamis dini hari pemilihan berlangsung secara tertutup sehingga tidak dapat disaksikan oleh publik. Hal ini menjadi pertanyaan bagaimanakah metode penentuan peringkat yang dibuat.

"Lalu, apa yang menjadi dasar penentuan rangking tersebut? Bahkan, nama-nama yang terpilih sama dengan nama-nama yang beredar melalui pesan berantai sebelum fit and proper test dimulai," katanya.

Titi, yang pernah menjabat sebagai Direktur Eksekutif Perludem, sangat menyayangkan keputusan DPR dalam mempertahankan kembali tradisi tidak elok tersebut, yakni hanya memilih satu perempuan sebagai anggota KPU dan satu perempuan sebagai anggota Bawaslu.

Padahal, menurut dia, di tengah dorongan publik yang sangat kuat, serta tersedianya calon anggota KPU dan Bawaslu perempuan yang berkompeten dan berintegritas.

Ia menyatakan bahwa Komisi II DPR RI punya kesempatan untuk melaksanakan mandat UU Pemilu memilih 30 persen perempuan dari komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu.

"Adanya Ketua DPR perempuan untuk pertama kalinya ternyata juga tidak berdampak signifikan pada sikap politik parpol di parlemen terhadap pemenuhan keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu," ujarnya.