Madiun (ANTARA) - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta masyarakat mewaspadai berbagai modus penipuan donor plasma konvalesen seiring maraknya kasus tersebut yang memanfaatkan keadaan pandemi.
Salah satu penipuan terkait donor plasma konvalesen dilaporkan oleh seorang warga di Sidoarjo, Jawa Timur. Pelaku memanfaatkan kebutuhan korban yang sedang mencari donor plasma darah untuk keluarganya dengan meminta uang. Namun saat korban sudah melakukan transfer sejumlah uang, pendonor tidak datang.
"Kejadian ini sangat miris karena di tengah kesulitan korban mencari kebutuhan untuk kesembuhan keluarga, masih ada saja oknum-oknum yang tidak berperikemanusiaan memanfaatkan keadaan untuk mencari kesempatan melakukan kejahatan," ujar LaNyalla dalam keterangannya saat reses di Madiun, Kamis.
Plasma konvalesen dari penyintas COVID-19 diketahui dapat membantu proses penyembuhan orang yang terjangkit Corona, khususnya untuk pasien bergejala berat. Menyusul terjadinya lonjakan kasus, stok plasma konvalesen di fasilitas kesehatan dan Unit Donor Darah (UDD) PMI sering kosong.
Untuk mendapatkan plasma konvalesen, keluarga pasien kerap membuat pengumuman yang disebarkan melalui media sosial atau grup-grup di aplikasi perpesanan. Hal ini yang sering dimanfaatkan penipu. Mereka menghubungi keluarga pasien untuk menawarkan plasma konvalesen.
Tak sedikit masyarakat yang setuju dan mengeluarkan uang untuk bisa mendapatkan donor plasma bagi keluarganya.
LaNyalla mengecam pihak-pihak yang menjadikan kebutuhan plasma konvalesen sebagai ajang bisnis.
"Mendonorkan darah itu merupakan misi kemanusiaan, yang seharusnya dilakukan tanpa ada transaksi keuangan. Saya juga tidak habis pikir kenapa masih ada yang tega memanfaatkan kondisi sulit seperti sekarang untuk dijadikan modus penipuan. Kejahatan para penipu itu berlipat-lipat," ungkap Senator asal Jawa Timur tersebut.
Selain modus penipuan melalui telepon, terdapat juga laporan soal beredarnya pesan berisi brosur yang menawarkan plasma konvalesen dengan harga yang fantastis. Satu kantong plasma darah, ditawarkan hingga seharga Rp20 juta.
"Polisi harus cepat mengusut penipuan yang merugikan masyarakat ini. Termasuk juga harus segera ditemukan oknum-oknum atau jaringan yang menjadikan kebutuhan plasma konvalesen sebagai lahan bisnis. Kejahatan yang melukai rasa kemanusiaan tidak bisa dibiarkan," katanya.
Dalam kondisi ini, lanjutnya, patroli siber sangat dibutuhkan agar tidak lagi ada korban penipuan. Masyarakat juga harus aktif melapor ke polisi bila menemui modus penipuan seperti itu.
Mantan Ketua Umum PSSI tersebut juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya jika ada pihak yang hendak membantu mendonorkan plasma darah dengan meminta bayaran. LaNyalla meminta masyarakat tidak langsung berhubungan dengan calon pendonor.
"Jika memang mungkin ada yang hendak membantu, minta rumah sakit atau UDD PMI untuk memfasilitasi. Jadi pendonor berhubungannya dengan pihak RS atau PMI. Sebisa mungkin cari pendonor plasma konvalesen lewat UDD PMI di daerah masing-masing," imbaunya.
LaNyalla berpesan kepada masyarakat penyintas COVID-19 untuk mendonorkan plasma konvalesennya melalui rumah sakit atau UDD PMI.
"Semakin banyak penyintas COVID-19 yang bersedia berdonor akan membuat stok plasma konvalesen tersedia bagi pasien Corona yang membutuhkan, sehingga potensi penipuan bisa dihindari," katanya.
Berita Terkait
142 mahasiswa Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung kunjungi Kantor DPD RI
Selasa, 10 Desember 2024 15:23 Wib
DPD ingatkan pentingnya kesiapan logistik Pilkada di Way Kanan
Selasa, 26 November 2024 21:19 Wib
Anggota DPD RI sebut ada 28 desa di Lampung yang belum teraliri listrik
Senin, 25 November 2024 16:29 Wib
Sultan Najamudin jadi Ketua DPD 2024-2029
Rabu, 2 Oktober 2024 7:57 Wib
Hari ini, 580 Anggota DPR dan 152 Anggota DPD akan dilantik
Selasa, 1 Oktober 2024 7:16 Wib
Ketua DPD Golkar Tangerang Mad Romli daftar ke KPU meski tak didukung partai
Kamis, 29 Agustus 2024 14:01 Wib
Anies sebut kunjungan ke PDIP Jakarta bahas pilkada
Sabtu, 24 Agustus 2024 16:36 Wib
Bamsoet sebut keadilan sosial harus landasi kebijakan penyelenggara negara
Jumat, 16 Agustus 2024 11:14 Wib