Psikolog sebut biaya hidup dan trauma sebabkan gangguan mental di Jakarta
Solusi yang dibutuhkan warga Jakarta adalah bagaimana macet bisa terurai dan kualitas udara Jakarta bisa lebih baik
Jakarta (ANTARA) - Psikolog sekaligus pengurus pusat Himpunan Psikologi Indonesia (PP HIMPSI) Samanta Elsener, M. Psi., Psikolog mengemukakan bahwa biaya hidup tinggi dan trauma pengasuhan menjadi penyebab gangguan kesehatan mental yang paling banyak dialami di Jakarta.
Selain itu, menurut Samanta, jarak rumah ke kantor yang jauh membuat seseorang rentan mengalami masalah fisik sehingga meningkatkan faktor risiko stres, burnout, depresi, cemas, hingga performa kerja menurun.
“Selain itu trauma akibat pengasuhan atau pelecehan, bullying, biaya hidup tinggi, menjadi sandwich generation, utang, beban sosial juga bisa jadi penyebab,” kata Samanta saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Kendati demikian, menurut Samanta, sekedar bercerita (talk theraphy) tak dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang menyebabkan gangguan kesehatan mental tersebut.
Salah satu permasalahannya itu adalah kemacetan. "Solusi yang dibutuhkan warga Jakarta adalah bagaimana macet bisa terurai dan kualitas udara Jakarta bisa lebih baik," katanya.
Sehingga, ia mengharapkan, program yang disediakan pemimpin Jakarta mendatang dapat lebih komprehensif untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang banyak dialami oleh para generasi muda.
Di sisi lain, Psikolog Klinis Kasandra Putranto juga menyampaikan bahwa depresi dan kecemasan merupakan salah satu primadona masalah kesehatan mental di Jakarta.
"Yang jelas memang kecemasan, depresi, masih jadi salah satu primadona masalah kesehatan mental selain gangguan lain, terutama setelah pandemi," kata Kasandra.
Selain itu, lebih dari 12 juta orang dalam kelompok usia muda mengalami depresi dengan penyebab yang beragam. Karena itu, Kasandra mengatakan hal ini perlu menjadi perhatian dalam program kerja pemimpin Jakarta kelak.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Biaya hidup dan trauma menyebabkan gangguan mental di Jakarta
Selain itu, menurut Samanta, jarak rumah ke kantor yang jauh membuat seseorang rentan mengalami masalah fisik sehingga meningkatkan faktor risiko stres, burnout, depresi, cemas, hingga performa kerja menurun.
“Selain itu trauma akibat pengasuhan atau pelecehan, bullying, biaya hidup tinggi, menjadi sandwich generation, utang, beban sosial juga bisa jadi penyebab,” kata Samanta saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Kendati demikian, menurut Samanta, sekedar bercerita (talk theraphy) tak dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang menyebabkan gangguan kesehatan mental tersebut.
Salah satu permasalahannya itu adalah kemacetan. "Solusi yang dibutuhkan warga Jakarta adalah bagaimana macet bisa terurai dan kualitas udara Jakarta bisa lebih baik," katanya.
Sehingga, ia mengharapkan, program yang disediakan pemimpin Jakarta mendatang dapat lebih komprehensif untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang banyak dialami oleh para generasi muda.
Di sisi lain, Psikolog Klinis Kasandra Putranto juga menyampaikan bahwa depresi dan kecemasan merupakan salah satu primadona masalah kesehatan mental di Jakarta.
"Yang jelas memang kecemasan, depresi, masih jadi salah satu primadona masalah kesehatan mental selain gangguan lain, terutama setelah pandemi," kata Kasandra.
Selain itu, lebih dari 12 juta orang dalam kelompok usia muda mengalami depresi dengan penyebab yang beragam. Karena itu, Kasandra mengatakan hal ini perlu menjadi perhatian dalam program kerja pemimpin Jakarta kelak.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Biaya hidup dan trauma menyebabkan gangguan mental di Jakarta