Bandarlampung (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irma menghadirkan saksi ahli dalam perkara penyelundupan satwa dilindungi dengan melibatkan terdakwa Windhu Wilantara.
"Hadir saksi ahli dari BKSDA untuk menerangkan terkait satwa yang dilindungi," katanya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kelas IA Bandarlampung, Selasa.
Saksi ahli yang dihadirkan tersebut bernama M Husin. Dalam keterangannya, saksi ahli menjelaskan terkait jenis satwa (burung) yang dilindungi dan proses pelepasliaran satwa yang dilindungi dari penangkapan atau penyelundupan.
"Satwa dilindungi tidak boleh dipelihara dan di perjual belikan," katanya saat menjawab pertanyaan majelis hakim terkait satwa yang dilindungi.
Menurut Husin, dalam keterangannya, ada sebanyak tiga jenis satwa dilindungi yang dibawa oleh terdakwa saat akan dikirimkan oleh pemesan. Tiga jenis satwa yang masuk dalam kategori dilindungi itu di antaranya Betet, Nuritanaw, dan Serindit.
"Ada tiga jenis satwa yang dilindungi. Satwa-satwa yang disita itu, kemudian dibawa ke BKSDA setelah dilakukan pengecekan maka jika ada yang bisa dilepas maka akan dilepas sesuai dengan habitat nya," kata dia.
"Namun jika ada satwa yang belum bisa dilepas seperti bulu sedang rusak atau sakit maka belum bisa dilepas sampai benar-benar sembuh," kata dia lagi.
Tim penasihat hukum terdakwa, Putri Septia bersama Yogi SPJ mempertanyakan terkait yang dilakukan BKSDA dalam mensosialisasikan atau penyuluhan tentang satwa yang dilindungi.
"Kita tegaskan apakah ahli melakukan fungsi sosialisasi seperti penyuluhan ke masyarakat sekolah dan Medsos. Ahli katakan sudah dan itu sudah optimal dilakukan, namun menurut kami itu belum optimal karena masih banyak kasus tentang eskploitasi alam tentang satwa liar," katanya.
Dalam perkara tersebut, lanjut dia, kliennya sama sekali tidak mengetahui tentang satwa yang dilindungi. Kliennya hanyalah seorang supir travel yang dititipkan burung untuk diantarkan kepada pemiliknya di wilayah Jati Agung, Lampung Selatan.
"Ada sebanyak 101 burung yang dititipkan melalui foul travel nya. Yang janggal nya lagi, saat penangkapan oleh Dit Reskrimsus kenapa tidak mengusut penerima atau penjualnya padahal mereka katakan ada GPS di dalam mobil seolah-olah klien kami ingin COD oleh pemiliknya," katanya lagi.