KPU: Tudingan BPN soal DPT siluman akan dipatahkan

id DPT siluman, 17 juta, komisioner KPU Viryan Azis, pemilu 2019

KPU: Tudingan BPN soal DPT siluman akan dipatahkan

Komisioner KPU RI Viryan Azis usai menyambangi Gedung Bawaslu RI, Senin (17/6/2019). (ANTARA/Andi Firdaus)

Lagipula tidak ada kejadian tertentu yang mengakibatkan kematian dalam jumlah banyak sampai jutaan jiwa dalam kurun waktu tersebut, sehingga sudah pasti DPT Pemilu 2019 lebih banyak daripada DPT Pemilu 2014, tuturnya
Bandarlampung (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan telah menyiapkan bukti untuk mematahkan tudingan terkait 17,5 juta pemilih siluman serta "server" atau peladen Sistem Informasi Penghitungan Suara (situng) yang belum tuntas, kata Komisioner KPU Viryan Azis.

"Jika yang 17,5 juta pemilih dianggap siluman seperti isi permohonan Badan Pemenangan Nasional (BPN), berarti DPT Pemilu 2019 hanya 170 juta pemilih, itu tidak mungkin jumlahnya lebih sedikit daripada DPT Pemilu 2014," kata Viryan di Jakarta, Senin.

Tudingan itu seperti yang disampaikan BPN Ccalon Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Viryan menyebutkan, Daftar Pemilih Tetap (DPT) saat penyelenggaraan Pemilu 2014 sebanyak 190 juta pemilih. Lalu pada Pemilu 2019, DPT bertambah menjadi 192 juta pemilih.

Ia menganggapnya mustahil terjadi DPT siluman karena dalam kurun waktu lima tahun usai penetapan DPT Pemilu 2014, jumlah penduduk Indonesia tentunya semakin bertambah, demikian pula dengan penduduk yang masuk usia memiliki hak politik.

"Lagipula tidak ada kejadian tertentu yang mengakibatkan kematian dalam jumlah banyak sampai jutaan jiwa dalam kurun waktu tersebut, sehingga sudah pasti DPT Pemilu 2019 lebih banyak daripada DPT Pemilu 2014," tuturnya.

Viryan mengatakan, itu merupakan penjelasan sederhana atas tudingan pemilih siluman.

"Namun, data-data pendukungnya sudah kami kumpulkan dan siap dibawa ke persidangan nanti," tegasnya.

Terkait dengan belum lengkapnya data peladen Situng KPU, Viryan mengatakan, situasi itu selalu terjadi dalam penyelenggaran Pemilu 2004, 2009 dan 2014.

"Sejak pertama kali situng dikenalkan kepada publik, tidak pernah dalam sejarah pilpres sampai selesai 100 persen. Karena secara teknis dimungkinkan itu terjadi akibat sejumlah faktor," ujarnya.

Faktor tersebut di antaranya formulir C1 di tempat pemungutan suara (TPS) yang sebagian masuk ke dalam kotak suara, sehingga tidak bisa seluruhnya terdata.

Selain itu, kurangnya pemahaman petugas Kelompok Petugas Pemungutan Suara (KPPS) terhadap mekanisme situng juga memengaruhi jumlah data yang masuk ke Situng KPU.

"Situng itu berbasis formulir C1 yang disalin khusus untuk dimasukan ke sistem dan dipindai . Di sejumlah TPS, KPPS kita buat formulir C1 tidak sejumlah rangkap yang kita minta. Mereka kasih yang ada saja, sebagiannya masuk kotak dan sebagian KPPS tidak buat rekapnya," paparnya.

Viryan mengatakan, belum rampungnya situng bukan hal yang perlu diperdebatkan karena sifat dari situng adalah sementara sebagai sarana monitoring pergerakan suara.

"Situng Pilpres 2004-2014 belum pernah selesai 100 persen dan tidak ada yang persoalkan karena situng ini sifatnya sementara. Dari 800 ribu lebih jumlah TPS dan sampai pada 96 persen rampung untuk konteks Indonesia itu bukan masalah mudah," katanya.