Ikut BPJS, RS Swasta Justru Rugi

id audit BPJS

Ikut BPJS, RS Swasta Justru Rugi

Logo BPJS Kesehatan (istimewa)

Namun dengan kerugian yang kami alami, siapa yang akan bertanggung jawab ? Kondisi ini juga mengganggu operasional rumah sakit, padahal RS swasta tidak diberi subsidi oleh pemerintah
Pekanbaru (Antara Lampung) - Mampukah rumah sakit swasta untung dengan menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan ?

Bagi RS pemerintah dan daerah, investasi alat, gedung, gaji tenaga medis dan paramedis, hingga biaya lainnya, ditanggung oleh pemerintah. Sementara RS swasta harus menanggung sendiri seluruh biaya operasional dan investasinya seperti biaya gaji dokter dan karyawannya, maupun investasi peralatan dan gedung. Padahal, plafon biaya pengobatan antara RS pemerintah dan swasta justru sama.

Apakah RS swasta masih untung ?

Rumah Sakit Zainab Pekanbaru, Riau, merugi Rp178,2 juta akibat BPJS Kesehataan membayarkan klaim obat pasien kemoterapi periode September 2014-Maret 2015 hanya Rp766 juta sesuai e-katalog, padahal berdasarkan daftar plafon harga obat (DPHO) seharusnya Rp944 juta.
         
"Kami merugi karena pembayaran sebesar Rp766 tersebut berdasarkan e-katalog, harga obat justru menjadi turun sebesar 20-25 persen jika dibandingkan dengan harga ketentuan DPHO, sedangkan distributor obat menagih tetap sesuai harga DPHO," ujar Direktur Rumah Sakit Zainab, dr Diana Rab, di Pekanbaru, kemarin.
         
Ia mengatakan itu di sela-sela pertemuan antara BPJS Kesehatan, dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) yang dijembatani oleh Dinas Kesehatan Provinsi Riau dan Sekretaris Komisi E DPRD Provinsi Riau, Markarius Anwar, yang membahas analisis kebutuhan RS yang akan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
         
Menurut Diana, sebelumnya manajemen RS Zainab tidak ada persoalan dengan pembayaran obat tersebut, karena pihak BPJS Kesehatan Divre II Sumbagteng  membayarkan klaim obat sesuai harga DPHO.
         
"Namun dengan kerugian yang kami alami sebesar Rp178 juta ini, siapa yang akan bertanggung jawab ? Kondisi ini juga mengganggu operasional rumah sakit, padahal RS Zainab tidak diberi subsidi oleh pemerintah," kata Diana Rab.
         
Dengan kerugian tersebut, kata Diana, pihaknya tidak lagi melayani pengobatan kemoterapi bagi pasien kanker peserta BPJS Kesehatan.
        
Sementara itu Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional II  Sumbangteng, Benjamin Saut, diwakili Kepala Departemen Manajemen Pelayanan Kesehatan, Elvanetti, mengatakan, kebijakan aturan pembayaran obat di awal Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan menggunakan DPHO Askes tahun 2013.
         
Namun pada September 2014, terbit Permenkes No 59 tahun 2014 tentang tarif pembayaran harga obat sesuai e-katalog sehingga setiap RS yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan juga harus mengikuti aturan ini.
        
"Untuk kasus RS Zainab ini, kita sudah menyurati BPJS Kesehatan Pusat pada Maret 2015, dan diteruskan ke Kementerian Kesehatan. Saat ini kita masih menjadi pembahasan tingkat pusat. Jadi, kita menunggu hasil pembahasan tersebut," terangnya.