Enam daerah jadi percontohan tiga inovasi prioritas,

id Kemendagri,daerah, Eko Prasetyanto,Irjen Pol Teddy Minahasa, Irjen Pol Ferdy Sambo, Teddy Minahasa

Enam daerah jadi percontohan tiga inovasi prioritas,

Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Eko Prasetyanto. (ANTARA/HO- Dokumentasi Pribadi)

Jakarta (ANTARA) - Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjadikan enam daerah sebagai percontohan tiga inovasi  prioritas, yakni pajak dan retribusi, data tunggal kemiskinan, dan badan usaha milik desa (BUMDes).

“Ada enam daerah yang dijadikan percontohan tiga inovasi prioritas di daerah, yakni Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Anambas, Kapuas Hulu, Nias Selatan, Kupang, dan Sorong,” ujar Kepala BSKDN Kemendagri, Eko Prasetyanto dalam keterangannya di Jakarta, Ahad.

Eko menambahkan pihaknya ingin mempercepat pembangunan di daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T). Sebab, hal itu merupakan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal.
 

Eko menjelaskan pajak dan retribusi hingga kini masih jadi tulang punggung pendapatan, baik di APBN maupun APBD. Sedangkan BUMDes, data menunjukkan dari 75.961 desa di Indonesia, sekitar 7.000 BUMDes yang berbadan hukum. "Ini perlu kerja keras dari kita semua,” kata Eko.

Sementara terkait prioritas di bidang kemiskinan, pada Maret 2022, jumlah penduduk miskin Indonesia mengalami penurunan, namun penyebarannya tidak merata. Untuk itu, dengan adanya proyek percontohan inovasi daerah diharapkan mampu mempercepat pemerataan kesejahteraan dan pembangunan.

“Tentu ada daerah yang angka kemiskinannya di bawah rata-rata nasional, tetapi ada juga yang di atas, sehingga dengan adanya model inovasi, pasti akan mempercepat,” ucapnya.

Eko mengharapkan adanya kolaborasi dari berbagai pihak, karena sangat penting dalam mempercepat pembangunan di daerah 3T.

Menurut dia, usaha itu membutuhkan kerja sama erat, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemerintah desa, bahkan perlu juga keterlibatan akademisi, pengusaha, media massa, dan komunitas yang ada. "Mereka semua aktor-aktor yang perlu kita dorong,” kata Eko lagi.