Pontianak (ANTARA) - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Kalimantan Barat mengecam keras tindakan pemerasan oleh tiga orang yang mengatasnamakan wartawan kepada pemilik SPBU di Kabupaten Sintang.
"Profesi wartawan dilindungi oleh Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999, dan di dalam UU tersebut terdapat kode etik jurnalistik," kata Ketua IJTI Kalbar, Yuniardi di Pontianak, Selasa.Dia menjelaskan, di pasal 6 Kode Etik Jurnalistik itu sudah jelas disebutkan, tidak boleh salahgunakan profesi dan tidak boleh terima suap. "Nah dalam kasus ini, ketiga oknum itu sudahlah memeras, mengancam, mengatasnamakan wartawan pula, sehingga jelas ini ranahnya masuk pidana," ujarnya.
Selain itu, dia juga menegaskan, tidak ada anggota IJTI Kalbar yang terlibat dalam pemerasan tersebut. Menurutnya, tindakan tegas yakni pemecatan keanggotaan bahkan tak diberikan perlindungan hukum, jika memang ada anggota IJTI yang melakukan pemerasan menggunakan profesi.
"Sekali lagi, ini bukan ranah hukum pers, tetapi sudah ranah pidana. Silakan polisi (Polres Sintang) melakukan penyidikan sampai tuntas dan menindak pelaku pemerasan tersebut dengan KUH Pidana, bukan dengan UU Pers," ujarnya.
Menurutnya, apa yang telah dilakukan oleh tiga orang yang mengatasnamakan wartawan tersebut telah mencoreng sejumlah nama wartawan di Kalbar. Untuk itu, dia berharap, kasus yang merupakan delik biasa ini, tetap dilanjutkan dan diproses secara hukum yang berlaku.
"Jujur, kami malu, mereka memeras, sehingga nama wartawan tercoreng. Maka itu, kami menyarankan polisi agar tetap mengedepankan supremasi hukum. Tidak ada istilah cabut aduan, karena ini bukan delik aduan, dan unsurnya sudah jelas, pemerasan, memaksa orang lain, menguntungkan diri sendiri dan melawan hak orang lain sehingga pidana pemerasan," ungkapnya.
Selain itu, Ketua IJTI Pengda Kalbar ini juga meminta kepada seluruh pemilik usaha, pemerintah, serta masyarakat, untuk tidak takut melaporkan ke polisi, jika ada tindakan pemerasan, menakut-nakuti, dan pengancaman oleh orang yang mengatasnamakan diri sebagai wartawan atau LSM.
"Wartawan tidak kebal hukum, kalau ada yang nemeras, saya pastikan dia bukan wartawan alias 'abal-abal'. Kami memang dilindungi Undang-Undang Pers dan kami harus patuh terhadap itu," katanya.
Maka itu, menurut dia, kalau ada yang memeras, segera laporkan. Mau dia mengancam seperti apapun, lapor ke polisi agar diproses hukum.
Sementara itu, hingga saat ini tiga organisasi profesi jurnalis yang merupakan Konstituen Dewan Pers yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI), PWI, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia ( IJTI) di Kalbar telah memberikan pernyataan sikap dan mengecam keras tindakan pemerasan yang dilakukan oleh tiga orang yang mengaku dan mengatasnamakan profesi wartawan tersebut.