Warga Lamteng Tetap Tolak Ganti Rugi Tol
Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Warga tiga desa di Kabupaten Lampung Tengah yang terkena pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) di Provinsi Lampung tetap menolak nilai ganti rugi yang ditetapkan tim penilai (appraisal) karena dirasa layak dan tidak adil.
Perwakilan masyarakat tiga desa di Lampung Tengah itu, yaitu Desa Gunung Sugih, Gunung Sari, dan Desa Seputih Jaya yang menolak nilai ganti rugi JTTS telah memberikan kuasa dan menunjuk kami untuk menyiapkan mediasi maupun gugatan hukum atas penolakan ganti rugi jalan tol itu.
Supriyanto dari Kantor Hukum Wahrul Fauzi Silalahi & Indonesia for Conflict Resolution and Mediator (ICRM), di Bandarlampung, Selasa mengatakan setelah mendapatkan kuasa berkaitan penolakan warga tiga desa itu, sebelumnya telah diadakan pertemuan dengan Pemkab Lamteng bersama para pihak.
Para pihak yang dilibatkan yaitu BPN Lampung Tengah, Dinas PU, dan PPK, serta PT Hutama Karya, Panitia JTTS, dan masyarakat perwakilan 3 desa yang melakukan penolakan atas nilai ganti rugi yang ditetapkan tim apraissal dari Desa Gunung Sugih, Gunung Sari, dan Desa Seputih Jaya.
Dia menegaskan bahwa masyarakat yang melakukan penolakan yaitu masyarakat yang terkena pembangunan JTTS dan memiliki alas hak yang sah dengan identitas yang telah terverifikasi.
"Hingga saat ini masyarakat tiga desa yang terkena dampak pembangunan JTTS itu belum menyerahkan atau melepaskan hak penguasaan atas tanah, bangunan, serta tanaman di atasnya, karena ganti rugi yang ditawarkan dinilai tidak layak dan adil serta tidak sesuai dengan tata cara yang diatur ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya lagi.
Warga menilai Tim Penilai (Appraisal) telah menentukan harga secara sepihak dan tertutup serta tidak adanya proses musyawarah dalam penentuan harga lahan untuk JTTS tersebut sesuai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu UU N0 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Dalam pertemuan dengan Pemkab Lampung Tengah dan para pihak sebelumnya, menyepakati bahwa masyarakat tiga desa itu tidak bermaksud untuk mempersulit pembangunan serta tidak berniat juga untuk memanfaatkan situasi.
Pemkab Lampung Tengah juga menyatakan berkomitmen untuk mengawal proses tuntutan warga ini sampai kepada pemerintah pusat, dan segera mengirimkan surat kepada Kementerian PUPR, dengan poin catatan meminta segera dapat diselesaikan segala sesuatu terkait gejolak atas pembangunan JTTS.
Tim Appraisal yang hadir dalam pertemuan melalui tim PPK menyampaikan masih memungkinkan dilakukan penilaian ulang atau reappraisal terhadap hasil dari harga ganti rugi lahan untuk JTTS yang sudah ditetapkan tim appraisal.
"Pertemuan selanjutnya akan dilakukan pada 15 Februari 2017 yang tempatnya akan difasilitasi oleh Pemkab Lampung Tengah," kata Supriyanto pula.
Sebelumnya, Pemprov Lampung menyatakan pembebasan lahan untuk JTTS ruas Terbanggi Besar (Lampung Tengah/Lampung)-Pematang Panggang (OKI/Sumatera Selatan) sepanjang sekitar 100 kilometer hingga sekarang baru mencapai 40 persen.
"Di kawasan tersebut telah ditetapkan lokasinya 40 persen, artinya telah dibebaskan seluas itu," kata Ketua Tim Percepatan Pembangunan JTTS Lampung, Adeham.
Ia mengatakan pembangunan JTTS ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang sebagian besar melintasi perusahaan pertanian dan perkebunan.
Karena itu, pihaknya, terus melakukan pendekatan dan koordinasi kepada semua pihak termasuk perusahaan dan masyarakat yang memiliki tanah yang dilintasi jalan tol di kawasan tersebut.
Adeham yang juga Asisten Bidang Ekonomi Pembanguan Setdaprov Lampung itu juga meminta kepada perusahaan yang memiliki lahan untuk pembangunan jalan tol supaya cepat membantu.
"Saya berharap perusahaan maupun masyarakat dapat membantu proses pembebasan lahannya, sehingga pembangunan jalan tol selesai sesuai target," ujarnya lagi.
Ia menegaskan, Pemprov Lampung saat ini fokus untuk dapat menyelesaikan target pembebasan lahan untuk pembangunan JTTS pada pertengahan Maret 2017.
Proses pembebasan lahan pembangunan jalan tol, lanjutnya, tahap pertama pematokan, kedua mendata, ketiga konsultasi publik, keempat mengukur, tahap kelima appraisal atau tim penilai.
Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) tahap pertama ruas Bakauheni (Lampung Selatan)-Terbanggi Besar (Lampung Tengah) sepanjang 140,41 kilometer sedang dalam tahap pembangunan, dan rutenya dimulai dari Pelabuhan Bakauheni (Lampung Selatan) hingga Terbanggi Besar (Lampung Tengah).
Pembangunan jalan tol tahap kedua ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang sekitar 100 km, tengah dilakukan pembebasan lahannya.
Pembangunan jalan tol itu merupakan jaringan Jalan Trans Sumatera. Peletakan batu pertama pembangunan jalan tol itu dilakukan pada 30 April 2015 oleh Presiden Joko Widodo. Pembangunan ruas tol ini dilakukan oleh konsorsium BUMN, yakni PT Hutama Karya (Persero), PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, serta PT Adhi Karya melalui skema penugasan.
Perwakilan masyarakat tiga desa di Lampung Tengah itu, yaitu Desa Gunung Sugih, Gunung Sari, dan Desa Seputih Jaya yang menolak nilai ganti rugi JTTS telah memberikan kuasa dan menunjuk kami untuk menyiapkan mediasi maupun gugatan hukum atas penolakan ganti rugi jalan tol itu.
Supriyanto dari Kantor Hukum Wahrul Fauzi Silalahi & Indonesia for Conflict Resolution and Mediator (ICRM), di Bandarlampung, Selasa mengatakan setelah mendapatkan kuasa berkaitan penolakan warga tiga desa itu, sebelumnya telah diadakan pertemuan dengan Pemkab Lamteng bersama para pihak.
Para pihak yang dilibatkan yaitu BPN Lampung Tengah, Dinas PU, dan PPK, serta PT Hutama Karya, Panitia JTTS, dan masyarakat perwakilan 3 desa yang melakukan penolakan atas nilai ganti rugi yang ditetapkan tim apraissal dari Desa Gunung Sugih, Gunung Sari, dan Desa Seputih Jaya.
Dia menegaskan bahwa masyarakat yang melakukan penolakan yaitu masyarakat yang terkena pembangunan JTTS dan memiliki alas hak yang sah dengan identitas yang telah terverifikasi.
"Hingga saat ini masyarakat tiga desa yang terkena dampak pembangunan JTTS itu belum menyerahkan atau melepaskan hak penguasaan atas tanah, bangunan, serta tanaman di atasnya, karena ganti rugi yang ditawarkan dinilai tidak layak dan adil serta tidak sesuai dengan tata cara yang diatur ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya lagi.
Warga menilai Tim Penilai (Appraisal) telah menentukan harga secara sepihak dan tertutup serta tidak adanya proses musyawarah dalam penentuan harga lahan untuk JTTS tersebut sesuai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu UU N0 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Dalam pertemuan dengan Pemkab Lampung Tengah dan para pihak sebelumnya, menyepakati bahwa masyarakat tiga desa itu tidak bermaksud untuk mempersulit pembangunan serta tidak berniat juga untuk memanfaatkan situasi.
Pemkab Lampung Tengah juga menyatakan berkomitmen untuk mengawal proses tuntutan warga ini sampai kepada pemerintah pusat, dan segera mengirimkan surat kepada Kementerian PUPR, dengan poin catatan meminta segera dapat diselesaikan segala sesuatu terkait gejolak atas pembangunan JTTS.
Tim Appraisal yang hadir dalam pertemuan melalui tim PPK menyampaikan masih memungkinkan dilakukan penilaian ulang atau reappraisal terhadap hasil dari harga ganti rugi lahan untuk JTTS yang sudah ditetapkan tim appraisal.
"Pertemuan selanjutnya akan dilakukan pada 15 Februari 2017 yang tempatnya akan difasilitasi oleh Pemkab Lampung Tengah," kata Supriyanto pula.
Sebelumnya, Pemprov Lampung menyatakan pembebasan lahan untuk JTTS ruas Terbanggi Besar (Lampung Tengah/Lampung)-Pematang Panggang (OKI/Sumatera Selatan) sepanjang sekitar 100 kilometer hingga sekarang baru mencapai 40 persen.
"Di kawasan tersebut telah ditetapkan lokasinya 40 persen, artinya telah dibebaskan seluas itu," kata Ketua Tim Percepatan Pembangunan JTTS Lampung, Adeham.
Ia mengatakan pembangunan JTTS ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang sebagian besar melintasi perusahaan pertanian dan perkebunan.
Karena itu, pihaknya, terus melakukan pendekatan dan koordinasi kepada semua pihak termasuk perusahaan dan masyarakat yang memiliki tanah yang dilintasi jalan tol di kawasan tersebut.
Adeham yang juga Asisten Bidang Ekonomi Pembanguan Setdaprov Lampung itu juga meminta kepada perusahaan yang memiliki lahan untuk pembangunan jalan tol supaya cepat membantu.
"Saya berharap perusahaan maupun masyarakat dapat membantu proses pembebasan lahannya, sehingga pembangunan jalan tol selesai sesuai target," ujarnya lagi.
Ia menegaskan, Pemprov Lampung saat ini fokus untuk dapat menyelesaikan target pembebasan lahan untuk pembangunan JTTS pada pertengahan Maret 2017.
Proses pembebasan lahan pembangunan jalan tol, lanjutnya, tahap pertama pematokan, kedua mendata, ketiga konsultasi publik, keempat mengukur, tahap kelima appraisal atau tim penilai.
Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) tahap pertama ruas Bakauheni (Lampung Selatan)-Terbanggi Besar (Lampung Tengah) sepanjang 140,41 kilometer sedang dalam tahap pembangunan, dan rutenya dimulai dari Pelabuhan Bakauheni (Lampung Selatan) hingga Terbanggi Besar (Lampung Tengah).
Pembangunan jalan tol tahap kedua ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang sekitar 100 km, tengah dilakukan pembebasan lahannya.
Pembangunan jalan tol itu merupakan jaringan Jalan Trans Sumatera. Peletakan batu pertama pembangunan jalan tol itu dilakukan pada 30 April 2015 oleh Presiden Joko Widodo. Pembangunan ruas tol ini dilakukan oleh konsorsium BUMN, yakni PT Hutama Karya (Persero), PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, serta PT Adhi Karya melalui skema penugasan.