Purbalingga Kini Memiliki Desa Inggris

id Purbalingga Kini Memiliki Desa Inggris

Selama ini orang telah mengenal nama Kampung Inggris, Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, sebagai pusat kursus bahasa Inggris yang selalu didatangi pelancong dari berbagai daerah yang ingin mempelajari bahasa internasional tersebut.
         
Di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, pun terdapat pusat kursus bahasa Inggris yang mirip dengan Kampung Inggris-nya Pare, namanya Desa Inggris yang berlokasi di Desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari.
         
Hadirnya Desa Inggris yang berada di kaki Gunung Slamet dan berada pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut tersebut bukan meniru Kampung Inggris-nya Pare.
         
Desa Inggris Limbasari terlahir atas kepedulian Ismuadi yang merupakan seorang mantan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang pernah bekerja pada sebuah lembaga pendidikan komputer di Brunei Darusalam selama tujuh tahun.
         
Pria yang bermukim di Kelurahan Kandang Gampang, Kecamatan Purbalingga, ini merasa terketuk hatinya untuk mengajarkan bahasa Inggris kepada masyarakat.
         
"Saat masih bekerja di Brunei, saya sering ditugaskan ke luar negara itu. Suatu saat, saya ditugaskan di Filipina selama tujuh bulan pada tahun 2003," kata alumnus Institut Ilmu Pendidikan dan Ilmu Keguruan (IKIP) Surabaya ini.
         
Dia mengaku senang ditugaskan di Filipina karena selama ini tenaga kerja asal negara tersebut terampil berbahasa Inggris meskipun hanya lulusan setingkat sekolah dasar.
         
Oleh karena itu, dia pun memanfaatkan kesempatan tersebut untuk "mencuri ilmu" cara pembelajaran bahasa Inggris di Filipina.
         
"Ternyata cara pembelajaran bahasa Inggris di Filipina sangat mudah sehingga anak-anak setingkat sekolah dasar pun bisa fasih berbahasa Inggris," katanya.
         
Sepulangnya di Purbalingga pada tahun 2006, dengan berbekal ilmu yang "dicurinya" dari Filipina, Ismuadi pun segera mempersiapkan materi-materi pembelajaran bahasa Inggris.
         
Selain itu, dia juga melakukan survei ke sejumlah desa wisata di Purbalingga yang sekiranya layak dijadikan sebagai pusat kursus bahasa Inggris, hingga akhirnya menemukan Desa Limbasari.
        
Di desa itulah, Ismuadi pada tanggal 1 Juni 2013 mulai mengajarkan bahasa Inggris kepada para perangkat desa, anggota kelompok sadar wisata, dan masyarakat lainnya.
         
Bahkan, kelompok masyarakat dari Lampung dan Mojokerto termasuk sejumlah sekolah pun tertarik untuk belajar bahasa Inggris di Limbasari hingga akhirnya desa itu dikenal dengan sebutan Desa Inggris.
         
"Metode pembelajarannya sangat mudah, yang penting bisa ngomong dulu terkait ungkapan-ungkapan yang umum digunakan, masalah 'grammar' (tata bahasa) akan mengikuti dengan sendirinya," kata Ismuadi yang juga Sekretaris I Paguyuban Wisata Purbalingga (Wisbangga).
         
Dalam hal ini, dia menyiapkan tiga tahapan, yakni tahap pertama belajar melalui "flashcard" atau kartu pengingat yang berisi ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris yang umum digunakan.
        
Menurut dia, satu kartu pengingat berisi satu ungkapan berbahasa Inggris yang harus dikuasai oleh setiap peserta, misalnya "where do you live?" (kamu tinggal di mana?).
         
"Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan para peneliti, orang sudah mulai berani bicara setelah menguasai 300 ungkapan. Kalau mau lebih lancar lagi 500 ungkapan," katanya.
         
Setelah menguasai ungkapan-ungkapan dalam kartu pengingat tersebut, kata dia, peserta mengikuti pembelajaran tahap kedua berupa kegiatan di luar ruang.
         
Ia mengatakan bahwa kegiatan ini berupa permainan bola. Dalam permainan ini para peserta harus berbicara dalam bahasa Inggris sesuai dengan perintah yang tertulis pada bola-bola tersebut.
         
Pada tahap ketiga, kata dia, berupa latihan mendengar percakapan dalam bahasa Inggris melalui peranti pemutar musik yang dibawa masing-masing peserta.
         
"Alhamdulillah, sejumlah peserta dari luar daerah mengatakan bahwa metode pembelajaran yang saya berikan, jauh lebih mudah dimengerti daripada yang diberikan di Pare. Bahkan, rencananya dari Lampung akan mengirimkan peserta lagi sebanyak tiga bus dan insya Allah dari asosiasi debat berbahasa Inggris akan menyelenggarakan kegiatan tingkat nasional di sini pada pertengahan tahun 2014," katanya.
         
Peserta kursus bahasa Inggris Edi Prasojo mengaku senang bisa mempelajari bahasa internasional tersebut melalui metode pembelajaran yang diajarkan Ismuadi.
         
Bahkan, kata dia, metode pembelajaran tersebut jauh lebih mudah daripada saat dirinya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) maupun sekolah menengah atas (SMA).
         
"Saya sewaktu masih SMA sangat sulit mempelajari bahasa Inggris. Alhamdulillah sekarang dalam satu hari rata-rata bisa menguasai 21 ungkapan berbahasa Inggris," kata dia yang juga Sekretaris Desa Limbasari.
         
Sementara itu, pemandu wisata Desa Wisata Limbasari, Dwi, mengatakan bahwa kadang dalam kartu pengingat (flashcard) ada perintah-perintah yang menjebak peserta sehingga harus mempelajarinya berulang-ulang.
         
"Misalnya, 'what the English siapa namamu', rata-rata pasti akan menjawabnya 'my name is'. Padahal, seharusnya 'who is your name'," katanya.
        
Terkait dengan keberadaan Desa Inggris di Limbasari, Bupati Purbalingga Sukento Rido Marhaendrianto mengatakan bahwa pihaknya sangat mendukung kegiatan tersebut karena dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat.
         
Selain itu, kata dia, keberadaan Desa Inggris juga berdampak positif terhadap pengembangan desa wisata di Limbasari.
         
"Potensi Limbasari sebagai salah satu desa wisata di Purbalingga perlu digali dan dikembangkan secara optimal," katanya.
         
Oleh karena itu, Bupati meminta para kepala dinas dan lembaga terkait untuk bisa memberikan hibah demi kemajuan Desa Inggris Limbasari.

    
Desa Wisata
    
Limbasari saat ini tengah dikembangkan sebagai salah satu desa wisata di Kabupaten Purbalingga.
         
Hal itu disebabkan Desa Limbasari memiliki panorama alam yang indah karena posisinya yang berada di kaki Gunung Slamet sebelah tenggara.
         
"Di Limbasari juga terdapat dua gunung kecil bernama Tukung dan Plana yang di dalamnya terdapat sejumlah objek wisata alam, termasuk adanya dua curug (air terjun)," kata Sekdes Limbasari Edi Prasojo.
         
Bahkan, kata dia, di sekitar pertemuan Sungai Wlingi dan Sungai Tuntung Gunung yang selama ini dijadikan sebagai objek wisata religi, akan dikembangkan sebagai kawasan wisata air.
         
Selain itu, lanjut dia, di Limbasari juga terdapat empat situs purbakala, yakni Situs Arjosari, Situs Sitrondol, Situs Karangjoho, dan Situs Limbasari yang pernah dieksplorasi oleh tim purbakala dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1982.
         
"Dari eksplorasi tersebut diketahui bahwa Limbasari merupakan pusat perbengkelan batu di zaman Neolitikum. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah peninggalan zaman Neolitikum seperti cangkir dan kepingan uang yang terbuat dari batu," katanay.
         
Di samping wisata alam dan religi, kata dia, juga terdapat wisata kuliner dan kerajinan batik yang telah lama berkembang.