Bandarlampung (ANTARA) - Pakar hukum Abdul Rahmatullah Rorano S. Abubakar SH MH mengatakan penanganan kasus Payment Gateway Kemenkumham yang belum memiliki kejelasan hingga 10 tahun lamanya sangat krusial bagi citra para penegak hukum.
"Kasus korupsi Payment Gateway dengan tersangka Denny Indrayana ini sangat krusial bagi institusi kepolisian, karena jika tidak bisa menangani maka akan merusak kepercayaan publik pada citra Polri," katanya dalam pernyataan di Bandarlampung, Sabtu.
Ia juga menilai penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wamenkumham periode 2011-2014 Denny Indrayana dan tertunda sejak 2015 ini dapat menjaga soliditas penegak hukum, khususnya Polri.
"Kepolisian harus segera menyelesaikan perkara ini untuk menjaga soliditas Polri. Penegakan hukum tak bisa dijadikan alat politik bagi pihak tertentu," katanya.
Menurut dia, transparansi dan akuntabilitas juga penting dalam penanganan perkara tersebut, agar tidak memunculkan dugaan bahwa penegak hukum menjadi tameng untuk kekuasaan politik tertentu.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Pemerhati Hukum Indonesia (KMPHI) mengharapkan Polda Metro Jaya untuk memprioritaskan penanganan kasus korupsi Payment Gateway Kemenkumham yang belum menemui kejelasan selama hampir 10 tahun.
Ketua Umum KMPHI Faisal J Ngabalin meminta Dirkrimsus Polda Metro Jaya bisa memberikan kejelasan perkara tersebut mengingat potensi kerugian negara yang besar hingga mencapai Rp32,09 miliar.
Kasus Payment Gateway Kemenkumham kembali mencuat usai eks Wamenkumham Denny Indrayana menyinggung status tersangka yang disandangnya genap berusia 10 tahun, pada Februari 2025.
Namun, belum ada perkembangan penanganan dari kasus yang sepertinya masih jalan di tempat dan belum ada tanda-tanda kelanjutan dari perkara terkait pengadaan sistem pembayaran pembuatan paspor elektronik ini.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung pernah menyatakan bahwa kasus yang diduga merugikan keuangan negara Rp32,09 miliar itu masih terhenti di Tim Penyidik Bareskrim Polri.
Meski demikian, menurut pelapor kasus tersebut, Andi Syamsul Bahri, perkara itu sudah selesai diperiksa di Bareskrim dan telah dianggap P-21 memenuhi syarat penuntutan oleh Kejaksaan Agung.