Bandarlampung (ANTARA) - Penasihat hukum terdakwa Suparji dalam perkara dugaan tindak pidana pengadaan pipa air pada PDAM Way Rilau, Bandarlampung, mengungkapkan adanya keterlambatan pembayaran oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung terhadap PDAM.
"Telah diperiksa saksi-saksi dari pegawai PDAM dan terungkap bahwa ada keterlambatan pembayaran oleh Pemkot Bandarlampung kepada PDAM yang akan digunakan untuk pembayaran kepada kontraktor sesuai dengan progres pekerjaan yang telah dilakukan," kata penasihat hukum terdakwa, Janu Wiyanto usai menjalani sidang saksi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung, Rabu.
Ia melanjutkan keterlambatan pembayaran oleh Pemkot Bandarlampung tersebut berakibat fatal sehingga mengakibatkan adanya proyek pengadaan pipa air pada PDAM Way Rilau terganggu.
"Terdakwa Suparji tidak mengetahui dan tidak ada pemberitahuan kenapa adanya keterlambatan. Yang jelas penyebab keterlambatan itu membuat proyek terganggu. Perlu dikonfirmasi oleh pihak Pemkot soal keterlambatan ini," kata dia.
Tidak hanya itu, lanjut dia, saksi Adnan yang merupakan Kabag Perencanaan pada PDAM Way Rilau Bandarlampung tersebut mengungkapkan bahwa dirinya sama sekali tidak mendampingi adanya pemeriksaan oleh akuntan publik di lapangan.
"Kita tanyakan juga bahwa saksi Adnan dan Indra mengatakan tidak mengetahui dan tidak mendampingi adanya pemeriksaan di lapangan oleh akuntan publik. Para saksi mengaku hanya mendampingi BPK dalam melakukan pemeriksaan di lapangan terkait proyek tersebut," kata dia lagi.
Terdakwa Suparji yang merupakan seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan pipa proyek PDAM Way Rilau, Bandarlampung merupakan satu dari lima pelaku yang telah ditetapkan jaksa sebagai tersangka korupsi.
Perkara korupsi tersebut melibatkan lima orang terdakwa, dengan tiga terdakwa tidak mengajukan eksepsi dan dua terdakwa mengajukan eksepsi, termasuk terdakwa Daniel Sandjaja selaku rekanan PT Kartika Ekayasa dalam dakwaan jaksa.
Kejaksaan sendiri berdasarkan penghitungan akuntan publik dalam perkara tersebut telah menetapkan kerugian negara sebesar Rp19,8 miliar. Kegiatan pengerjaan pipa PDAM Way Rilau itu sendiri berlangsung sejak tahun 2019.
Atas perbuatan para terdakwa tersebut, jaksa mendakwa kelimanya dengan Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 UU No31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No20 tahun 2001 tentang perubahan UU No31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kemudian Subsidair Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU No31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No20 tahun 2001 tentang perubahan UU No31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.