Eksploitasi pekerja migran ke Kamboja terkait judi

id pekerja migran indonesia, perdagangan orang, dittipidum bareskrim polri, mabes polri

Eksploitasi pekerja migran ke Kamboja terkait judi

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro (kiri) memperlihatkan barang bukti paspor dalam rilis di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (10/2/2023). ANTARA/Laily Rahmawaty

Jakarta (ANTARA) - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri mengendus adanya eksploitasi pekerja migran Indonesia secara ilegal yang dikirim ke Kamboja untuk bekerja sebagai operator judi daring.

Indikasi ini berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan penyidik terkait kasus pornografi daring dan judi daring jaringan internasional yang menempatkan server (peladen) laman dan aplikasinya di Kamboja dan Filipina.

"Hal ini tidak terlepas dari beberapa server yang ada di Kamboja," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro di Jakarta, Jumat (10/2).

Djuhandhani menjelaskan dari banyaknya penegakan hukum yang dilakukan di wilayah Indonesia terkait judi daring dan pornografi daring, terungkap bahwa perusahaan-perusahaan yang menjalani bisnis tersebut menaruh peladennya di luar negeri.

Menempatkan peladen di luar negeri menjadi trik pelaku kejahatan judi daring atau pornografi daring agar terhindar dari penegakan hukum karena di negara tertentu praktik judi dilegalkan.

"Oleh karena itu, banyak mereka direkrut dan dipekerjakan di sana (Kamboja)," katanya.

Ia menambahkan penyidikan ini dilakukan karena banyaknya kasus warga negara Indonesia yang dipekerjakan di Kamboja melalui jalur ilegal. Seperti pada Desember 2022, sebanyak 34 orang WNI dipulangkan ke Indonesia dari Kamboja.

Dari penelusuran tersebut, penyidik Direktorat Tipidum Bareskrim Polri telah mengungkap jaringan internasional yang mengirim pekerja migran Indonesia secara ilegal ke Kamboja. Terdapat lima orang tersangka yang telah ditangkap, tiga orang di antaranya telah proses P-21 ke jaksa penuntut umum.

Jaringan ini, kata Djuhandhani, mencari calon pekerja melalui sosial media, merekrut pekerja berusia antara 20 sampai 40 tahun. Mereka dijanjikan bekerja sebagai buruh pabrik atau operator perusahaan.

Namun, pada faktanya, janji tersebut tidak terealisasi karena mereka ternyata dipekerjakan di perusahaan judi daring sebagai operator dan juga pada operator pornografi daring.

"Dari hasil penyelidikan juga ditemukan fakta, tersangka tidak hanya mengirim pekerja ke Kamboja, namun ke beberapa negara. Sementara kami catat ada beberapa korban sudah dikirim dan dijanjikan akan dikirim ke Korea Selatan, Australia, Inggris, dan sebagainya, namun faktanya dikirim ke wilayah Kamboja," kata Djuhandhani.