Jakarta (ANTARA) - Konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) mengungkapkan, sektor properti rumah tapak tetap bertahan dan melanjutkan tren pada kuartal IV tahun lalu.
"Kita melihat sektor rumah tapak tetap bertahan di tengah pandemi, penjualan rumah tapak masih bertahan melanjutkan tren yang kita lihat dari 2020," kata Head of Research JLL Indonesia Yunus Karim dalam diskusi virtual di Jakarta, Rabu.
Menurut Yunus, minat pasar terhadap sektor rumah tapak masih terbukti cukup tinggi. Ketika pengembang mengeluarkan produk-produk baru tetap mendapatkan respons positif dari pasar.
Hal ini dikarenakan permintaan yang didominasi oleh pengguna akhir atau end users, dan faktor-faktor yang dipertimbangkan di mana salah satunya keterjangkauan harga yang membuat sektor ini tetap memiliki performa yang baik.
Dilihat dari sisi keterjangkauan harga, hampir 70 persen produk yang terjual pada semester II-2021 memiliki harga di bawah Rp1,3 miliar.
"Melihat permintaan yang cukup tinggi tersebut maka pengembang akan terus aktif meluncurkan produk baru, dan beberapa kawasan perumahan yang sebelumnya tidak aktif pun ikut berkontribusi dalam memasarkan produk-produk mereka," katanya.
Sementara itu JLL juga menilai sektor kondominium pada kuartal IV tahun lalu masih dalam kondisi stagnan dengan penjualan yang masih relatif lemah.
"Untuk sektor kondominium, kita melihat penjualan masih relatif lemah karena pembeli masih sangat berhati-hati dan menunggu situasi yang tepat untuk melakukan pembelian," kata Yunus Karim.
Secara umum, lanjutnya, kalau melihat pada 2014 ketika tingkat penjualan dalam kondisi cukup sehat di angka 75 persen untuk seluruh produk yang ditawarkan, namun mulai dari 2015 tingkat penjualan terus tertekan dan berada di angka sekitar 60 persen selama beberapa tahun terakhir.
"Kita melihat kondisi pada 2021 juga masih melanjutkan apa yang terjadi pada 2020 dengan tingkat permintaan yang terbatas, dan didominasi oleh pengguna akhir sehingga kalau dibandingkan dengan 2020 tingkat penjualan kondominium tertahan atau stagnan pada angka 62 persen," katanya.
Dari sisi pasokan juga terlihat peluncuran produk baru secara historis memang semakin sedikit mulai 2015, seiring dengan respons pasar yang juga menurun sehingga akhirnya ketika pandemi mencapai titik terendah dengan hanya sekitar 1.000 unit yang diluncurkan dan hanya mendapatkan tingkat penjualan sebesar 10 persen.
"Pada 2021 jumlah produk yang diluncurkan lebih sedikit sekitar 500 unit dan sudah mendapatkan tingkat penjualan di angka 39 persen, namun memang membutuhkan ekstra waktu untuk dapat mencapai tingkat penjualan yang diharapkan," kata Yunus.